JAKARTA – Pengadilan Negeri Jakarta Timur PN Jaktim) kembali menggelar sidang lanjutan perkara sengketa merek dan indikasi geografis dengan terdakwa, Charles Kromoto.

Sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ni Made Purnami, didampingi oleh Hakim Anggota Heru Kuncoro dan Arif Yudiarto, serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tutur Sagala pada Kamis (8/5/2025).

Dalam keterangan di persidangan, terdakwa Charles Kromoto membantah seluruh tuduhan terkait pemalsuan dan peniruan merek milik pihak pelapor. Ia menegaskan tidak memiliki niat jahat (mens rea) ataupun itikad buruk dalam menggunakan merek “Water Polo” yang dipermasalahkan.

“Saya tidak pernah berniat meniru atau menjiplak merek pelapor, apalagi dengan etiket yang secara hukum tidak diakui keberadaannya,” ujar Charles di hadapan majelis hakim.

Charles menjelaskan bahwa merek “Water Polo” yang digunakan dalam kegiatan usaha telah melalui prosedur pendaftaran resmi di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Merek tersebut, menurutnya, telah melewati tahapan pemeriksaan formalitas, pengumuman publik, hingga pemeriksaan substantif sebelum akhirnya disetujui dan disertifikasi secara sah oleh negara.

“Saya mengajukan permohonan secara prosedural dan merek saya disertifikasi secara resmi oleh DJKI. Artinya, negara mengakui dan memberikan hak eksklusif kepada saya,” tegasnya.

Dalam persidangan, Charles juga menyoroti barang bukti yang ditunjukkan oleh pelapor, yaitu produk bermerek “POLOPLAST” dengan etiket berwarna kuning-merah. Ia menyatakan bahwa etiket tersebut tidak sesuai dengan yang tercantum dalam sertifikat resmi pelapor di DJKI, yang hanya mendaftarkan etiket berwarna hitam-putih.

Bahkan, terdakwa membeberkan bahwa pelapor pernah mengajukan permohonan perubahan warna merek menjadi merah-kuning pada 18 Maret 2021, namun ditolak oleh DJKI. “Artinya, merek dengan etiket merah-kuning tidak pernah memperoleh perlindungan hukum,” ujarnya.

Selain itu, Tim kuasa hukum terdakwa dari kantor hukum TOP & PARTNERS, yang dipimpin oleh Topan Oddye Prastyo, S.H., M.H., menyatakan bahwa unsur kesengajaan dan niat jahat tidak terpenuhi dalam perkara ini. Ia menekankan bahwa seluruh aktivitas usaha kliennya dilakukan atas dasar hak hukum yang sah.

“Tidak ada pelanggaran hukum karena terdakwa menggunakan hak eksklusif yang diberikan secara resmi oleh negara. Justru pelapor yang tidak konsisten dalam penggunaan merek sebagaimana yang didaftarkan,” kata Topan usai sidang.

Dengan demikian, pihak kuasa hukum meminta agar majelis hakim membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan, karena tidak terdapat unsur pidana dalam penggunaan merek yang sah dan terdaftar. (Ram)