SURABAYA – Sidang lanjutan perkara dugaan penyerobotan lahan yang menyeret Sugeng Handoyo dan istrinya Siti Mualiyah digelar kembali, pada Rabu (16/4/2025) di ruang Sari III Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kali ini sidang yang beragenda pledoi atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama 8 tahun penjara, kedua terdakwa merasa keberatan.

Atas tuntutan itu, kedua terdakwa melalui kuasa hukumnya Dwi Heri Mustika dan Muhammad Arfan mengajukan Pledoi atau Nota Pembelaan.

M. Arfan dengan tegas tidak sependapat atas dakwaan maupun tuntutan pidana selama 8 bulan dari JPU Deddy Arisandi dari Kejaksaaan Negeri (Kejari) Surabaya. “Sudah jelas di persidangan sebelumnya, para saksi mengungkapkan keterangannya. Bahwa keduanya tidak mengetahui apa-apa terkait Tanah atau rumah yang mereka tempati. Para saksi bukan orang lain, melainkan RT, RW dan tokoh masyarakat sekitar. Saksi-saksi tahu sebenarnya dan sudah memberikan keterangan yang sesungguhnya, bahwa sejak kapan kedua terdakwa menempati, bahkan obyek tersebut ditempati secara turun menurun,” ujar Arfan, saat ditemui awak media di halaman PN Surabaya.

Maka itu pihaknya sangat menyayangi dengan tuntutan JPU, karena tuntutan tersebut sangat berat bagi kedua terdakwa yang tidak tahu terkait status tanah atau rumah yang terletak di jalan Donokerto XI nomor 70 RT 5 RW 2 Kelurahan Kapasan, Kecamatan Simokerto Kota Surabaya.

“Kami tidak sependapat atas tuntutan tersebut. Keduanya didakwa dengan pasal 167 KUHP. Padahal keduanya sama-sama tidak mengetahui status itu. Dan keduanya menempati sejak kecil dari peninggalan kakeknya,” tegas Arfan.

“Selain itu dari keterangan kedua terdakwa, saat agenda pemeriksaan, bahwa kedua terdakwa tidak membenarkan seluruh keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian. Karena pada saat itu, kedua terdakwa diduga dibujuk untuk segera menandatangani supaya cepat pulang dari kantor polisi,” terangnya.

Sementara, dari pengakuan kedua terdakwa, riwayat lahan tersebut diperoleh dari orang tua atau ibunya bernama Semi, yang diperoleh dari bapak angkatnya yaitu Gadri Utomo atau dari kakek angkat terdakwa yang melakukan sewa di Koperindo.

M. Arfan, mengutip kata-kata Nabi Muhammad SAW, yakni menghukum dalam keraguan adalah dosa. “Di dunia hukum juga dikenal dalam keadaan Indubio Pro Reo ( jika terjadi keragu raguan kedua terdakwa apakah bersalah atau tidak maka sebaiknya diberikan hal yang menguntungkan bagi kedua terdakwa),” ujarnya.

Dalam agenda pledoi ini, Arfan berharap majelis hakim terketuk hati nuraninya. Setelah mendengarkan nota pembelaan yang diajukannya. “Semoga majelis hakim terketuk hatinya. Atas pledoi yang sudah kami sampaikan tadi dipersidangan. Kami berharap majelis hakim secara hati nurani membebaskan semua dakwaan dan tuntutan JPU untuk klien kami,” pungkasnya.

Pada sidang sebelumnya, Pengacara Dwi Heri Mustika S.H, M.H menyoal prosedur admistrasi syarat pengajuan pembuatan Surat Hak Milik (SHM) pelapor Viktor. Pasalnya dia menilai bahwa terbitnya SHM seorang notaris Victor yaitu lawan dari kliennya diduga rekayasa. Adanya hal itu, Pasangan Suami Istri (Pasutri) Sugeng Handoyo dan Siti Mualiyah akhirnya menjadi pesakitan, lantaran dituding menyerobot tanah. Hingga kini Kedua terdakwa menjalani sidang dalam perkara Pasal 167 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Adanya peningkatan status Tanah itu yang diajukan oleh pelapor. Hingga saat ini kliennya tidak pernah ada konfirmasi dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) kotae Surabaya. Sementara kita masih menimbang, apakah surat yang dimiliki pelapor ini dengan prosedur admistrasi yang sehat atau kah adanya dugaan rekayasa disini nanti kita kaji,” ujar Dwi Heri, mantan jurnalis Surabaya, pada Rabu (19/3/2025).

Untuk diketahui, bahwa terdakwa Sugeng Handoyo bersama istrinya Siti Mualiyah menjadi terdakwa dalam perkara Pasal 167 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Atas rumah yang berada di Jalan Donokerto XI/70 RT. 05 RW. 02, Kelurahan Kapasan, Kecamatan Simokerto, Surabaya.(Am)