BANDUNG – Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) menahan dua tersangka S dan RBB, terkait kasus dugaan penguasaan lahan Kebon Binatang tanpa ada setoran ke kas daerah milik Pemerintah Kota Bandung.

Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Nur Sricahyawijaya lahan Kebun Binatang Bandung ini berlokasi di Jl. Kebun Binatang No. 6 seluas ± 139.943 M2 dan di Jl. Kebun Binatang No. 4 seluas ± 285 M2 merupakan Barang Milik Daerah (BMD) Pemerintah Kota Bandung yang diperoleh dari pembelian jual beli.

“Sebanyak 12 bidang dan 1 bidang dari tukar menukar yang telah tercatat di dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) model A pada Pemerintah Kota Bandung Tahun 2005, di mana Barang Milik Daerah berupa lahan Kebun Binatang telah dimanfaatkan lahannya oleh Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung sejak tanggal 30 November 2007,” ujar Nur dalam siaran persnya pada Selasa (26/11/2024)..

Padahal, lanjut Nur pemanfaatan lahan berupa sewa menyewa telah berakhir dan tidak ada perpanjangan pemanfaatan lahan, seperti sewa menyewa. Namun setelah berakhirnya sewa menyewa lahan Kebun Binatang oleh Yayasan Margasatwa Tamansari tetap memanfaatkan lahan Kebun Binatang tersebut.

Pasalnya, perjanjian berakhir pada tanggal 30 November 2007, namun Yayasan Margasatwa Taman Sari telah menguasai dan memanfaatkan lahan milik Pemkot Bandung secara tanpa hak. Berdasarkan Akta Notaris bulan Mei 2017, kepengurusan Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung tersebut Tersangka S sebagai Anggota Pembina dan Tersangka RBB sebagai Sekretaris II, dan Ketua Pengurus John Sumampauw.

“Pada Tahun 2017 sampai Tahun 2020., tersangka S telah menerima uang sewa lahan Kebun Binatang bersama-sama dengan Tersangka RBB sebesar Rp. 6.000.000.000,- dari John Sumampauw, akan tetapi uang tersebut malah digunakan untuk keperluan pribadi,” ungkapnya.

Nur menjelaskan bahwa pada 21 Januari 2022 terjadi penggantian kepengurusan Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung. Dimana sebagai Ketua Pembina adalah Tersangka S dan sebagai Ketua Pengurus adalah tersangka RBB, yang mempunyai tupoksi sebagai Ketua Pengurus yaitu dalam setiap tindakan baik keluar maupun ke dalam atas nama mewakili Yayasan atau Pengurus harus ada persetujuan dari Ketua Pembina.

“Sejak kepengurusan Tersangka S dan Tersangka RBB seharusnya pemanfaatan lahan Kebun Binatang tersebut harus disetor ke kas daerah Pemerintah Kota Bandung, namun dari Tahun 2022 sampai Tahun 2023 tersebut Yayasan Margasatwa Tamansari tidak pernah membayar uang pemanfaatan lahan ke kas daerah Pemerintah Kota Bandung. Sehingga mengakibatkan pendapatan untuk pemanfaatan Kebun Binatang milik Pemerintah Daerah Kota Bandung berkurang,” jelasnya.

Akibat perbuatan tersangka S, kata Nur mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp. 25 milyar. Adapun rinciannya, berdasarkan Nilai Sewa Tanah, Nilai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Perjanjian Sewa lahan milik PEMKOT Bandung yang dilakukan oleh Tersangka S Tahun 2022 sebesar Rp.16.000.000.000,-.

Lalu penerimaan uang sewa dari John Sumampauw sebesar Rp. 5.400.000.000 dan embayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) Tahun 2022 sampai 2023 sebesar Rp. 3.500.000.000.

Sedangkan akibat perbuatan Tersangka RBB diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp. 600.000.000,- karena telah menandatangani kwitansi pembayaran dan menikmati uang sewa lahan Pemkot Bandung untuk keperluan pribadi tersangka dari John Sumampauw.

“Pada tanggal 25 November 2024 setelah melakukan pemeriksaan selama kurang lebih 6 jam Penyidik Kejati Jabar menetapkan S selaku Ketua Pembina pada Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung (tahun 2022 sampai sekarang) dan RBB selaku Ketua Pengurus Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung sebagai tersangka,” imbuhnya.

Kedua tersangka ungkap Nur dijebloskan ke Rumah Tahanan Negara Perempuan Kelas IIA Bandung selama 20 hari sejak tanggal 25 November 2024 sampai dengan tanggal 14 Desember 2024.

Para tersangka dijerat dengan pasal primair, Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan

Sedangakan subsidiair pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Budi)