JAKARTA – Sidang lanjutan dengan terdakwa Tan Ricard, kembali digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli Dr. Effendi Saragih selaku Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Rabu (8/1/2024).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Asep Hasan dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menghadirkan saksi ahli untuk membuktikan terdakwa Tan Ricard yang diduga melakukan Penggelapan dan TPPU uang perusahaan senilai Rp75 miliar.

Dalam keterangannya, Effendi Saragih menilai bahwa tindakan terdakwa menggelapan uang Perusahaan tersebut sudah bisa dikatagorikan ke dalam unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) apabila terbukti menggunakan uang Perusahaan untuk keperluan pribadi.

“Kalau uang hasil penggelapan, misalnya dibelikan mobil, tanah, saham atau lainnya untuk keperluan pribadi ya bisa masuk ke unsur TPPU,” ujar Effendi Saragih.

Ditegaskan, bahwa perbuatan terdakwa yang bertujuan ingin menyembunyikan atau menyamarkan hasil kejahatan atau tindak pidana penggelapan jelas membuktikan adanya unsur perbuatan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Adapun karakteristiknya, yakni menggunakan transaksi tunai yang jejak-jejaknya tidak akan terlihat. “Underlying fiktif ini sangat terkait dengan modus concealment within business. Penyembunyian karena yang bersangkutan sebagai Direktur jelas menguasai dan mengendalikan Perusahaan tersebut,” ujarnya.

Effendi juga menganggap, perbuatan terdakwa dengan membuka rekening penampungan (pribadi-red) tanpa sepengetahuan komisaris dinilai sebagai modus perbuatan tindak pidana penggelapan.

Menurutnya, hal itu biasanya menjadi modus karena di dalam rekening kemudian bercampur antara uang yang merupakan memang operasional dan proses offline.

Meski begitu, berbagai modus TPPU yang berpangkal pada kasus penggelapan memag sangat variative terjadi. Untuk itu, kata Saragih, terdakwa harus bisa membuktikan bahwa uang di rekening pibadinya memang diperoleh dari sumber penghasilan yang legall.

Usai sidang, Toni selaku korban/pelapor kasus tersebut sangat berharap agar majelis hakim dapat memberikan pertimbangan dan putusannya secara adil.

“Harapan saya, penjelasan saksi ahli pidana kali ini dapat memberikan pemahaman majelis hakim untuk memutuskan perkaranya secara adil,” jelasnya.

Sebelumnya, berdasarkan laporan keuangan PT CMI, dana yang diselewengkan terdakwa Tan Ricard‎ dalam kurun waktu 2016–2019 sejumlah Rp38.816.430.822 (Rp38,8 miliar). Sedangkan dari PT DI dalam rentang waktu yang sama sebesar Rp24.418.839.290 (Rp24,4 miliar).

Perbuatan terdakwa Tan Ricard selaku Dirut PT CMI dan Diretur PT DI merugikan pemegang saham dan dewan komisaris kedua perusahaan tersebut totalnya sekitar ‎Rp63.235.270.112 (Rp63,2 miliar).

Menurut Jaksa Asep Hasan, jumlah uang yang ditampung di PT MCI dan PT DI diduga telah diselewengkan untuk keperluan pribadi terdakwa Tan Ricard‎.

Diantaranya telah digunakan untuk jual-beli saham di pasar modal, modal usaha jual-beli mobil bekas, dan keperluan lainnya. Atas perbuatan tersebut JPU mendakwa Tan Ricard melanggar dakwaan kesatu primair, yakni Pasal 374 KUHP.

Seperti yang diketahui Tim JPU dalam perkara ini, adalah Bayu Ika Perdana, Asep Hasan Sofwan, Yerich Mohda, Hengki Charles Pangaribuan, Azam Akhmad Akhsya, dan Bharoto yang mendakwa ‎Tan Ricard melakukan penggelapan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).(Amri)