JAKARTA – Sidang lanjutan perkara dugaan pelanggaran merek yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) kembali di gelar dengan menghadirkan ahli dari pihak terdakwa. Dr. Iwan Darmawan, S.H., M.H yang juga dosen Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Pakuan Bogor.

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ni Made Purnami,l ini beranggotakan Heru Kuncoro dan Arif Yudiarto. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tutur Sagala.

Dalam persidangan, Dr. Iwan menyampaikan bahwa unsur pidana dalam perkara ini tidak terpenuhi. Menurutnya, terdakwa telah menggunakan merek yang telah terdaftar secara sah di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dan penggunaannya dilakukan sebelum adanya putusan pembatalan oleh Mahkamah Agung.

“Terdakwa telah bertindak dengan itikad baik. Ia tidak hanya mematuhi putusan Pengadilan Niaga, tetapi juga menghentikan produksi dan menyampaikan pernyataan publik,” ujar Iwan dipersidangan.

Selain itu ahli juga menyatakan bahwa pelaporan merek oleh pelapor dinilai tidak sesuai etiket hukum dan berpotensi menyesatkan penyidikan. Ia menyebut adanya perbedaan antara barang bukti yang diajukan dengan data resmi yang terdaftar sebagai indikasi tindakan melawan hukum yang bisa menghambat upaya mencari kebenaran materil.

Lebih jauh, ahli menjelaskan bahwa unsur pidana dalam Pasal 101 dan 102 Undang-Undang Merek tidak terpenuhi, khususnya pada unsur “tanpa hak”. Sebab, terdakwa memiliki sertifikat merek resmi dan tidak meniru secara keseluruhan merek lain.

“Hukum pidana adalah ultimum remedium, atau upaya terakhir. Tidak semestinya digunakan ketika perkara masih dapat diselesaikan melalui jalur perdata,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa laporan pidana ini berpotensi menjadi bentuk persaingan usaha tidak sehat, bukan tindak pidana murni. Oleh karena itu Iwan menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan proporsional.

“Penegakan hukum harus berpihak kepada pihak yang beritikad baik dan telah mengikuti seluruh prosedur hukum yang berlaku,” pungkasnya. (Ram)