BANDUNG – Puluhan masa yang tergabung dalam Aktivis Anak Bangsa dan Masyarakat Peduli Keadilan melakukan aksi didepan Kantor Pengadilan Tinggi Bandung pada Kamis 27 Pebruari 2015.

Kedatangan mereka menuntut agar PT Bandung membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung atas perkara nomer 97/Pdt.G/2024/PN.Bdg yang mengabulkan gugatan Hendrew Sastra Husnandar selaku terpidana terhadap tergugat Norman Miguna selaku pelapor.

Koordinator aksi, Agus Satria menyampaikan putusan hakim Pengadilan Negeri Bandung dinilai tidak masuk akal. Karena gugatan yang diajukan penggugat berawal dari terjadinya pengerusakan pagar yang dilakukan oleh Hendrew Sastra Husnandar, kemudian atas pengrusakan tersebut Hendrew dilaporkan oleh Norman Miguna.

Atas laporan tersebut kata Agus sampai tingkat Kasasi Mahkamah Agung Hendrew dinyatakan terbukti bersalah dan dihukum 5 bulan dengan masa percobaan 10 bulan.

Atas putusan tersebut Hendrew Sastra Husnandar menggugat Norman Miguna dan anaknya senilai Rp.24 miliar dengan alasan akibat dipidanakan oleh Norman Miguna dan diberitakan berbagai media, Hendrew menganggap nama baiknya merasa tercemar, sehingga rekan bisnisnya memutuskan kontrak kerja dan mengalami kerugian.

Ironisnya Majelis hakim yang di ketuai Tuty Haryati dengan hakim anggota Dalyusra mengabulkan gugatan perdata tesebut, yang lebih herannya lagi menurut Agus Satria, sebelum menjatuhkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung, pada 26 November 2024 mengabulkan sita jaminan atas dua objek tanah dan bangunan yang berlokasi di Jalan Surya Sumantri dan Jalan Pajajaran Kota Bandung milik tergugat.

Kedua objek tanah dan bangunan milik tergugat tersebut kata Agus sebenarnya tidak masuk dalam sengketa. “Gugatan dikabulkan sebagian, serta menolak eksepsi/keberatan tergugat. Mengabulkan sita aset tanah dan bangunan milik tergugat, serta menghukum tergugat untuk membayar kerugian materil sebesar Rp 4 miliar,” ucapnya.

Putusan ini tentu bakal berdampak buruk bagi dunia peradilan di tanah air, dan putusan ini bisa menjadi Yurisprudensi sehingga akan banyak terpidana menggugat pelapor, karena mengaku dirugikan akibat dipidanakan dan diberitakan.

“Kami Aktivis Anak Bangsa menilai Majelis hakim diduga telah berpihak kepada penggugat, karena kerugian materil yang asal menyebut nominal tanpa ada rincian jelas apa yang telah dirugikan oleh tergugat, ” tutur Agus.

“Kami nilai putusan majelis hakim PN Bandung tidak netral maka kami pada hari ini datang kesini ( PT Bandung ) untuk mendesak Hakim yang menagani perkara ini agar membatalkan putusan PN Bandung tersebut, bila putusan PN Bandung dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung, maka akan banyak para pelaku kejahatan menggugat korban karena merasa sudah dirugikan,” tegas Agus.

Dalam orasinya Agus menyampaikan walau langit runtuh, keadilan harus ditegakkan, tidak ada yang abadi semua yang diperbuat akan dipertanggungjawabkan kelak. Jadi, kami menuntut agar putusan majelis hakim PN Bandung perkara gugatan perdata No. 97/ Pdt.G/2024/Pn.Bdg untuk dibatalkan.

Selain itu Agus Satria juga meminta ketua PT Bandung lewat Badan pengawasan MA untuk menindak hakim yang dinilai tak memberikan keadilan dan terkesan berpihak dalam menjatuhkan putusan dalam perkara ini.

Peserta aksi sempat mau membakar ban didepan Pengadilan Tinggi Bandung namun berkat kesigapan aparat, sehingga bakar ban berhasil digagalkan. Mereka membubarkan diri setelah perwakilan aksi diterima Humas Pengadilan Tinggi Bandung. (Budi)