SURABAYA – Dominikus Dian Djatmiko, terdakwa dalam perkara Minuman Beralkohol (mihol) Impor ilegal pengiriman Jawa-Bali menjalani pemeriksaan di persidangan. Saat memberikan keterangan, Terdakwa sempat mendapat teguran dari Ketua Majelis Hakim Tatas, lantaran dianggap pasang badan dan menyembunyikan keterlibatan pelaku lain.

Terdakwa dalam persidangan mengaku bekerja di PT. Global Baverindo (GB) sebagai sopir dan serabutan, termasuk sebagai kepala gudang. Terdakwa mengaku memegang tiga gudang di Cerme, pergudangan maspion, Osowilangun. Untuk yang di Osowilangun milik pribadi PT. Global Baverindo.

Tugasnya menyiapkan penjualan barang berupa minuman beralkohol yang diberitahukan di grup dan menempel cukai yang hendak dijual tadi. Terdakwa mengaku jika semua minuman adalah milik Miya Santoso. Jika barang akan datang, semua karyawan diminta untuk standby di Pergudangan Maspion.

“Minuman datang terakhir Juli 2024. Sekali datang rata-rata 200 botol. Dan penjualannya menurut perintah Miya Santoso melalui grup WA. Orderan dari Miya Santoso. Kemudian diumumkan di Grup WA untuk jenis minumannya lalu ditempeli cukai,” ujarnya, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada Selasa (6/5/2025).

Selain itu, terdakwa mengaku melakukan pengiriman di dalam kota, termasuk rumah makan di pelabuhan. Penjualan juga dilakukan ke Bali. Untuk pengiriman ke luar kota melalui ekspedisi.

Kronologi penangkapan, saat hendak keluar dari gudang jarak 20 meter sudah ada petugas dari Bea Cukai. Waktu itu terdakwa sedang menempel cukai bersama dengan Robi. Minuman yang tertangkap itu menurut terdakwa hendak dibawa ke kantor PT. Global yang ada di Jalan Dukuh Kupang Surabaya.

Saat ditanya, apakah terdakwa tahu bahwa minuman ini adalah ilegal? Lebih lanjut terdakwa mengatakan, bahwa ia tidak diperbolehkan banyak tanya.

Masalah surat jalan juga ditanyakan ke terdakwa. Lebih lanjut terdakwa mengatakan bahwa seringkali disuruh membeli sendiri.

Dalam persidangan terdakwa juga mengaku sering bentrok dan adu argumen dengan Miya Santoso karena waktu meskipun sudah malam masih disuruh mengantarkan minuman padahal pengiriman sudah dilakukan sejak pagi. Bahwa Tahun 2018 diangkat sebagai Direktur dengan gaji Rp 8 juta dan waktu itu Tiko belum bergabung. Sementara untuk jabatan dia sebagai kepala gudang, Terdakwa menerima gaji Rp 6,5 juta.

Alasan terdakwa yang hanya lulusan SD ini diangkat sebagai direktur karena Miya ada urusan cukup lama di Jepang. Tahun 2019 jabatan sebagai Direktur berakhir. Setelah itu terdakwa kembali ditugaskan dibagian gudang bersama dengan Robi. Dan jika ada pengiriman ke luar kota dan beda rute, disiapkan dua armada. Ketika minuman datang dalam posisi tidak melekat pita cukai namun di dalam kardus ada disertakan pita cukai lembaran.

Dalam persidangan, Ketua Majelis juga bertanya ke terdakwa apa perbedaan rokok yang ada cukainya dengan yang tidak ada cukainya. Terdakwa mengiyakan lebih mahal yang ada cukainya.

Minumam keras yang menurut terdakwa didatangkan dari Jakarta tidak disertakan faktur dan tidak ada cukainya.

Oleh karena itu hakim anggota Ferdinandus didalam persidangan curiga bahwa botol-botol miras tanpa cukai ini adalah palsu. Saat hal ini dikonfirmasikan ke terdakwa, terdakwa mengaku tidak tahu.

Dalam persidangan, terdakwa juga menceritakan ketika ia tertangkap dan dibawa ke kantor bea cukai. Terdakwa sempat menelpon Miya Santoso dan Miya Santoso sempat mengatakan akan ke kantor bea cukai. Namun lama ditunggu tak kunjung datang ternyata Miya Santoso sedang berada di Jepang.

Didalam persidangan, hakim Tatas mengingatkan terdakwa supaya jujur karena hakim Tatas menangkap gelagat bahwa terdakwa pasang badan.

Hakim Atas juga didalam persidangan melakukan pembuktian apakah minuman keras yang dijadikan barang bukti dan dibawa jaksa itu asli atau tidak.

Hakim tatas memerintahkan penuntut umum untuk mengambil botol minuman yang berwarna merah untuk mengetahui apakah minuman itu asli atau palsu, hakim Atas kemudian mengocok minuman tersebut keluar busa. Menurut hakim Tatas bahwa minuman itu bukan mengandung alkohol.(Am)