JAKARTA — Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung RI, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menyetujui penghentian penuntutan terhadap 10 perkara pidana melalui mekanisme Restorative Justice (RJ) atau keadilan restoratif. Keputusan ini diumumkan dalam ekspose virtual yang digelar pada Senin, (30/6/2025).

Proses ekspose dilakukan bersama para pejabat di Kejaksaan Agung Kejagung), Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) terkait. Salah satu perkara yang disetujui adalah kasus penganiayaan dengan tersangka Eko Nursamsi bin Umun, yang ditangani oleh Kejari Jakarta Barat.

Eko disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Penyelesaian perkara dilakukan setelah adanya proses perdamaian antara tersangka dan korban yang merupakan tetangganya sendiri.

Tersangka telah mengakui kesalahannya dan meminta maaf secara langsung kepada korban. Korban pun memberikan maaf dan menyatakan tidak ingin melanjutkan perkara ke meja hijau.

“Penyelesaian perkara ini telah memenuhi syarat formil dan materiil sesuai Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan SE JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/2/2022,” ujar JAM Pidum dalam keterangannya.

Selain itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat, Hendri Antoro, S.Ag., S.H., M.H, secara resmi menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif. Eko Nursamsi kemudian dibebaskan dan diharapkan dapat kembali ke masyarakat sebagai individu yang bertanggung jawab.

Pertimbangan penghentian penuntutan ini mencakup perdamaian sukarela antara pelaku dan korban, pelaku belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun, pelaku berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya dan respon positif dari masyarakat.

9 Perkara Lain Juga Dihentikan

Selain kasus Eko Nursamsi, JAM-Pidum juga menyetujui penghentian penuntutan terhadap sembilan perkara lainnya yang berasal dari berbagai wilayah, antara lain:

1. Ikram alias Rendi (Kejari Polewali Mandar) – Penganiayaan
2. Rahman Buttu alias Bapak Roni (Kejari Polewali Mandar) – Penganiayaan
3. Klaus Gregorius Radja (Kejari Sabu Raijua) – Pencurian
4. Refi Andreas (Kejari Bengkulu Utara) – Penganiayaan
5. Evan Merdiyansyah (Kejari Bengkulu Utara) – Penganiayaan
6. Yohanis Kalfein Masawunu (Kejari Maluku Barat Daya) – Penganiayaan
7. Rian Ramadani (Kejari Jakarta Pusat) – Penadahan
8. Candra Roy Ichwansyah (Kejari Jakarta Utara) – Pencurian
9. Desy Noor Handayani alias Acil (Kejari Jakarta Selatan) – Pencurian

Restorative Justice menjadi wujud nyata komitmen Kejaksaan dalam mendorong pembaruan sistem peradilan pidana. Pendekatan ini lebih menekankan pada pemulihan dan keseimbangan hak antara pelaku dan korban, serta tidak berorientasi pada pembalasan.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri diminta segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sesuai aturan yang berlaku, sebagai perwujudan kepastian hukum,” tegas JAM Pidum. (Ram)