JAKARTA – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Asep Nana Mulyana mengungkapkan pentingnya pendekatan humanis dalam penanganan perkara tindak pidana narkotika di Indonesia. Dalam acara yang diadakan secara luring dan daring, yang melibatkan para Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati), Asisten Pidana Umum (Aspidum), serta Jaksa Fungsional se-Indonesia, JAM-Pidum menekankan pentingnya rehabilitasi sebagai alternatif hukuman bagi pelaku narkotika yang memenuhi kriteria tertentu.

Acara yang berlangsung di Aula Ali Said, Gedung Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Jakarta pada Selasa (10/12/2024) ini bertujuan untuk memperkuat profesionalitas Kejaksaan dalam menangani perkara narkotika dengan lebih mengutamakan pemulihan bagi korban penyalahgunaan narkotika.

Dalam arahannya, Prof. Asep Nana Mulyana menggarisbawahi pentingnya pendekatan restorative justice (RJ) dalam penanganan pengguna, pecandu, dan korban penyalahgunaan narkotika. Pendekatan ini selaras dengan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021, yang menekankan rehabilitasi sebagai solusi utama bagi pelaku yang memenuhi persyaratan tertentu.

Rehabilitasi Masih jadi Tantangan

Meskipun saat ini terdapat 116 balai rehabilitasi di berbagai daerah, JAM-Pidum mengakui bahwa keterbatasan fasilitas dan distribusi yang belum merata masih menjadi tantangan dalam penyediaan layanan rehabilitasi yang optimal bagi korban narkotika.

Untuk mengatasi masalah ini, beberapa langkah strategis pun disarankan oleh JAM-Pidum, antara lain:

1. Penguatan Kolaborasi dengan kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan berbagai pemangku kepentingan untuk memperluas pendirian fasilitas rehabilitasi di seluruh Indonesia.

2. Evaluasi Menyeluruh terhadap sumber daya manusia, infrastruktur, sistem, metode, dan kerangka hukum guna meningkatkan kualitas rehabilitasi.

3. Peningkatan Kampanye Kesadaran melalui edukasi anti-narkoba di sekolah, lingkungan sosial, dan keluarga untuk meningkatkan daya tahan masyarakat terhadap ancaman narkotika.

4. Penegakan Hukum Berbasis Teknologi, yang memanfaatkan teknologi untuk memetakan dan mengatasi jaringan peredaran narkotika, termasuk di ruang siber.

Rehabilitasi dan Pemulihan di Utamakan

Dalam hal penegakan hukum, JAM-Pidum juga menekankan pentingnya penerapan pasal tunggal seperti Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Narkotika, untuk memastikan bahwa pengguna narkoba yang memenuhi kriteria mendapatkan rehabilitasi sebagai alternatif hukuman. Sementara itu, penerapan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juga dianggap krusial untuk menjerat aktor utama dalam jaringan peredaran narkotika.

Tidak hanya itu, upaya untuk memutus rantai peredaran narkotika di lembaga pemasyarakatan juga menjadi perhatian penting. Pembentukan Kampung Bebas Narkoba dan pengawasan ketat terhadap lokasi rawan peredaran narkotika juga menjadi bagian dari pencegahan yang ditekankan dalam arahan tersebut.

Sinergi Lintas Negara

Dalam upaya pemberantasan narkotika yang lebih komprehensif, JAM-Pidum juga mengingatkan pentingnya memperkuat kerja sama lintas negara, terutama dalam menangani kasus pencucian uang dan pengembalian aset hasil kejahatan narkotika.

Melalui langkah-langkah strategis ini, JAM-Pidum berharap Kejaksaan dapat terus bersinergi dengan berbagai pihak untuk mewujudkan Indonesia bebas narkotika, dengan pendekatan yang lebih humanis dan berorientasi pada pemulihan serta keadilan. (Ram)