Bahlil Lahadalia Raih Gelar Doktor dari Universitas Indonesia dengan Disertasi tentang Tata Kelola Hirilisasi Nikel
JAKARTA— Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, secara resmi meraih gelar doktor dari Universitas Indonesia (UI) setelah menjalani Sidang Terbuka Promosi Doktor di bidang Kajian Stratejik dan Global. Disertasi yang diajukannya berjudul “Kebijakan, Kelembapan, dan Tata Kelola Hirilisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.”
Ketua Sidang Promosi Doktor, I Ketut Surajaya, yang juga menjabat sebagai Ketua Program Studi Kajian Wilayah Jepang di UI, mengumumkan kelulusan Bahlil dengan resmi. “Melaporkan hasil sidang tertutup dan capaian publikasi artikel ilmiah hasil riset saudara Bahlil. Maka, berdasarkan semua ini, tim penguji memutuskan untuk mengangkat saudara Bahlil Lahadalia menjadi doktor,” ujar Surajaya.
Dalam disertasinya, Bahlil menyoroti kebijakan hirilisasi nikel yang menurutnya masih belum adil bagi masyarakat di daerah. Ia menekankan bahwa kebijakan yang ada saat ini hanya berfokus pada perspektif Jakarta, sementara masyarakat di daerah penghasil nikel seperti Morowali, Sulawesi Tengah, dan Halmahera Tengah, Maluku Utara, merasakan dampak lingkungan dan kesehatan yang signifikan.
Bahlil menegaskan bahwa meskipun kebijakan hirilisasi nikel mampu meningkatkan nilai ekspor, namun kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut belum sepenuhnya terjamin. “Sebanyak 54 persen masyarakat di Kabupaten Morowali menderita ISPA akibat dampak lingkungan dari kegiatan industri nikel,” ungkapnya. Ia juga menyoroti masalah tanggung jawab sosial bagi masyarakat yang merasakan dampak negatif terhadap kesehatan, lingkungan, dan infrastruktur di daerah.
Selain dampak lingkungan, Bahlil menyoroti ketimpangan kesempatan bagi pengusaha lokal. Menurutnya, dominasi investor dari Jakarta dan luar negeri membuat pengusaha daerah sulit bersaing. “Kami mengusulkan reformulasi kebijakan di mana 30 sampai 42 persen dari penerimaan negara harus dialokasikan ke daerah,” paparnya.
Dalam sidang tersebut, Bahlil didampingi oleh tim promotor yang terdiri dari Chandra Wijaya sebagai promotor utama, serta Teguh Dartanto dan Athor Subroto sebagai kopromotor. Tim penguji meliputi akademisi terkemuka seperti Margaretha Hanitha, A. Hanief Saha Ghafur, Didik Junaidi Rachbini, Arif Satria, dan Kosike Mizono.
Dengan gelar doktor ini, Bahlil Lahadalia menambah jajaran tokoh nasional yang berhasil meraih gelar akademis tinggi, sekaligus memperkuat perannya dalam mendorong kebijakan yang berkeadilan dan berkelanjutan bagi sektor tambang di Indonesia.