JAKARTA – Pengadilan Agama Jakarta Timur delegasi dari Pengadilan Agama Bogor, telah melaksanakan putusan eksekusi anak atas permohonan eksekusi yang diajukan oleh Susanti Agustina SH MH selaku kuasa pemohon eksekusi Rini Eka A Soegiyono. Melawan Nurdin Rakhman Semendawai sebagai termohon eksekusi I dan Dewi Afriza sebagai termohon eksekusi ll.

Berdasarkan relas pemberitahuan pelaksanaan eksekusi anak nomor: 2/Pdt.Eks.Put/2024/PA.Bgr. Objek sengketa eksekusi terhadap dua orang anak-anak yang berada di Nuansa Dukuh, kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur dan berada dalam kekuasaan termohon eksekusi.

Meski pelaksanaan eksekusi berjalan dengan aman dan lancar, namun petugas tidak dapat menyerahkan anak berinisial FFNW dan FSNW ini kepada pemohon eksekusi. Karena kedua anak tersebut menolaknya dan mau tetap tinggal di rumah kedua orang tuanya pada Kamis (17/10/2024) siang.

Usai eksekusi Nur Rahman Chaidir selaku kuasa hukum termohon eksekusi mengatakan bahwa anak-anak maunya dirumahnya saja. Sedangkan terkait kegiatan eksekusi ini, ia mengatakan normatif saja, setelah membacakan putusan, lalu penetapan eksekusi.

“Dalam hal ini ada klausul atau amar-amar yang disebutkan oleh Ketua Pengadilan. Nah setelah dibacakan, kemudian ditanya anak itu satu persatu, intinya ya mereka menolak,” ujar Nur Rahman kepada wartawan di depan rumah itu.

“Jadi ada dua pertanyaan saja. Pertama apakah mereka mau untuk ikut ibu Rini? Dan apakah mereka masih mau tetap tinggal disini,” ucap Nur Rahman seraya mengatakan lalu jawabannya anak-anak menolak untuk ikut ibu Rini. Kemudian anak-anak maunya tetap tinggal di rumah ini.

Menurut Nurrahman mereka bukanlah anak-anak lagi, tapi sudah remaja. Karena yang pertama sudah masuk umur 17 menjelang 18 tahun, sedangkan adiknya sudah umur 14 tahun.

“Secara fisik mereka sudah besar, secara psikologis mereka bukan anak-anak lagi, jadi sudah remaja dan sudah bisa milih. Sebab Undang-undang perwalian tahun 2019 itu, di pasal 5 disebutkan dalam salah satu klausulnya anak itu ditanya bagaimana kemauannya,” jelasnya.

Menurut Nur Rahman rumah ini adalah peninggalan orang tuanya dulu. Namun, ketika ditanya disini anak-anak tinggal dengan siapa, ia mengatakan mereka tinggal dengan pengasuhnya yang dulu. Lalu kakeknya sering datang, terus pamannya yang sekarang juga sedang mengajukan perwalian.

Perjuangan dan Silaturahmi

Terkait hal itu pemohon eksekusi Rini Eka A Soegiyono yang juga kakak kandung dari almarhumah Niar Ruri Soegiyono mengatakan bahwa dirinya telah memperjuangkan hak-hak kedua keponakannya itu. Namun dipisahkan dari keduanya, dan sudah lama pihak yang menguasai anak-anak telah memutus komunikasi dan tali silaturahmi.

Sehingga menimbulkan pertanyaan bagi Rini, ada apa dengan semua ini. Apa masalah dan salahnya, tolong dijelaskan dengan dialog yang baik dan terbuka.

“Selaku ahli waris adik saya, almarhumah Niar Soegiyono, saya sudah memperjuangkan hak-hak kedua anak ini. Namun, sejak pertengahan Juli 2019 itu saya dipisahkan dari anak-anak, dan sekarang mereka menegaskan bahwa saya memang tidak dibolehkan berkunjung untuk menjelaskan hal-hal yang mungkin masih membingungkan untuk anak-anak. Utamanya membimbing anak-anak untuk mengikuti perintah Allaah dalam hal merawat silaturahmi, dan menyambungkannya kembali,” ujarnya.

Lebih lanjut Rini menjelaskan, karena mediasi dan musyawarah mufakat keluarga yang diupayakannya dari tahun 2019 – 2021 tidak ditanggapi. Hingga akhirnya Rini menggugat perwalian anak-anak itu dan sudah inkrah sejak tahun 2022 lalu.

“Tapi semua itu hanya di atas kertas, pelaksanaannya anak-anak tetap tinggal dengan pembantu dan memang silaturahmi dengan anak-anak tidak difasilitasi untuk dapat disambung lagi. Bahkan sebaliknya terkesan saya dihalang-halangi untuk dekat lagi dengan anak-anak. Ada bukti chat termohon eksekusi II ke salah seorang pembantu,” ujarnya.

“Bagi saya, anak-anak mau tinggal di mana terserah sesuai kemauannya, paling tidak saya sudah menyediakan diri sebagai wali yang berkekuatan hukum tetap dan sudah inkrah. Saya juga sudah berusaha melaksanakan kewajiban sesuai ketentuan hukum untuk menjadi wali anak-anak, karena anak-anak selama ini cuma sama pembantu tinggal di sana,” ungkapnya.

“Mungkin karena anak-anak sudah terlalu lama tidak sama saya, jadi saya tidak tahu, informasi apa yang telah disampaikan kepada anak-anak itu. Sehingga sikap dan perlakuannya berubah saat ini,” jelasnya lagi.

Dalam pertemuan tadi, Rini sangat menyayangkan, seharusnya orang-orang dewasa yang terlibat dapat memberikan teladan dialog dan silaturahmi keluarga yang damai dan penuh kasih sayang, bukan malah penuh curiga dan kebencian.

“Bagaimanapun juga saya adalah kakak kandung almarhumah ibu mereka, satu-satunya dari pihak keluarga yang pernah menemani anak-anak tinggal di rumah itu sejak pesawat yang ditumpangi almarhumah dinyatakan jatuh, hingga sekitar 8 bulan lamanya. Tapi memang waktu itu usianya masih 7 tahun dan 12, sekarang sudah 13 dan 17 tahun”.

“Tadi kita melaksanakan permohonan eksekusi. Lalu anak-anak itu ditanya, jawabannya mereka tidak mau ikut sama saya dan mau tetap tinggal di rumah tersebut. Terus ditanya lagi, apakah saya boleh berkunjung untuk menyambung lagi tali silaturahmi? Mereka jawab tidak mau dengan sikap memusuhi. Jadi putus begitu saja,” ucap Rini dengan meneteskan air mata.

“Intinya saya sudah berusaha menyampaikan dan mengusahakan yang terbaik demi kepentingan anak-anak. Saya sudah memperjuangkan hak-hak mereka dari pihak ibunya untuk ganti rugi, semua sudah selesai, dan uang anak-anak aman di Amerika sana, sampai mereka berusia 21 tahun,” tandasnya.

Sudah Inkrah

Menimpali pernyataan Rini, kuasa hukumnya Susanti Agustina menyatakan pengajuan wali anak ini sudah diputuskan dan sudah inkrah. Mulai dari tingkat pertama di PA Bogor, PTA Bandung, kasasi MA Juli 2022, sampai tingkat Peninjauan Kembali (PK) sudah ditetapkan sejak Agustus 2023, dan perwalian untuk kedua anak itu ada di Rini.

“Seharusnya sedini mungkin segera dieksekusi, agar tidak masuk angin. Sedangkan sekarang sudah dua tahun berlalu, barulah dapat dilaksanakan eksekusi ini,” ucapnya menyayangkan.

Menurut Susan namanya juga anak-anak, mungkin ada yang masuk dan memberikan omongan tidak baik, sehingga menjadi aneh dan berubah. “Padahal dulunya anak-anak ini diasuh oleh bu Rini selama 8 bulan pasca ibu dan ayahnya meninggal”.

Susan melanjutkan, waktu itu kondisinya terbalik, hubungan kliennya Rini dengan anak-anak baik, tapi anak-anak tidak mau dekat dengan keluarga ayahnya.

“Namun sejak komunikasi dan silaturahmi bu Rini dengan anak-anak diputus dan bu Rini melayangkan gugatan pembatalan perwalian. Makin ke sini, sudah lain sikapnya, seperti membenci, seakan-akan bu Rini ini tidak baik,” ujarnya

Padahal kata Susan beliau sedang memperjuangkan hak-hak anak-anak itu. Hingga akhirnya berhasil dapat perwalian dan mendapatkan ganti rugi atas meninggalnya kedua orang tua anak-anak itu.

“Sebenarnya ibu Rini yang telah memperjuangkan hak anak-anak ini. Jadi bagian dan hak anak-anak ini tidak ada satu orangpun yang bisa mengambilnya dan itu sudah diputuskan oleh pengadilan Amerika,” jelasnya.

Lebih lanjut Susan sangat meyayangkan dalam pertemuan di rumah itu, pada saat eksekusi tersebut kliennya tidak diberikan waktu dan kesempatan untuk menjelaskan hasil perjuangannya dan bahwa ada sejumlah uang di Amerika.

“Maksudnya ibu Rini mau menyampaikan dan menjelaskan bahwa ini lho ada surat dan dokumen yang dapat kalian pegang, untuk klaim ketika umur kalian 21 tahun. Tapi dengan kejadian seperti ini pasti nantinya mereka yang akan mencari ibu Rini untuk mencairkan uang ganti rugi kematian ibunya selaku adik kandung bu Rini itu,” jelasnya.

Menurut Susan dalam hal ini ada keanehan dan kejanggalan, kenapa anak-anak ini bisa jadi berubah dan sudah negative thinking terlebih dulu kepada kliennya. Sampai ada ucapan dari yang tertua mengatakan ada apa mau silaturahmi, mau modus ya, kenapa anak itu bisa berkata begitu?

“Lantas saya ingin menggali, apa maksudnya modus itu, saya tanya, tapi langsung di cut, dan seperti ada yang ditutup-tutupi. Nah dalam hal inilah diperlukan fungsi Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) juga para ahli psikologi anak dari dinas-dinas terkait. Tapi tadi tidak ada, malah terkesan berpihak,” ungkap Susan seraya mengatakan seharusnya PPA ini netral dan berada di tengah untuk melindungi kepentingan anak-anak termasuk menjelaskan duduk perkara yang mungkin masih belum clear buat anak-anak dari bu Rini yang sudah diputus komunikasi dan silaturahmi dengan anak-anak 4 tahun terakhir. Apa karena ada uang milik anak-anak ini yang cukup besar di Amerika?

“Dalam hal ini saya menduga bahwa ibu Rini ini telah diisukan, seolah-olah telah mengambil hak dan uang anak-anak itu,” kata Susan seraya menduga telah terjadi juga rekayasa dari oknum Kepolisian, kenapa kliennya ini bisa jadi tersangka di Polres Jakarta Timur.

Terkait status tersangka ini, menurut Susan pihaknya sudah mengajukan pra-peradilan dan sudah di daftarkan kemarin. Nah, saat berjalan sidangnya, kalian liput ya, apa hasil dan keputusannya.

“Kami akan membuktikan dan tidak akan tinggal diam. Kami akan menunjukan kebenaran itu, siapa yang benar dan siapa yang salah. Karena kita tidak mau hukum di Indonesia ini dipermainkan oleh oknum yang mempunyai kepentingan dibalik anak-anak ini. Sebab, ada hak anak-anak ini yang harus sampai kepada mereka,” tandasnya.

Untuk diketahui, kedua orang tua anak-anak itu, adalah Andri Wiranofa dan Niar Ruri Soegiyono meninggal dunia pada saat naik pesawat Lion Air rute penerbangan Jakarta – Pangkal Pinang. Pesawat jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat pada 29 Oktober 2018 silam.

Lebih lanjut Rini menjelskan almarhum Andri Wiranofa adalah seorang Jaksa, pada saat itu bertugas sebagai koordinator pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bangka Belitung. Sedangkan Niar Ruri Soegiyono adalah seorang Sarjana Ekonomi sempat bekerja 12 tahun di HSBC, kemudian pensiun dini saat melahirkan anak kedua.

“Selanjutnya almarhumah Niar Ruri Soegiyono mengembangkan usaha kos-kosan dan usaha lain yang penghasilannya telah diaudit oleh akuntan publik. Data ini digunakan oleh kakak kandungnya, Rini Soegiyono sebagai ahli waris dari Niar Soegiyono sekaligus wali anak-anak untuk memperjuangkan hak anak-anak atas klaim ganti rugi di Amerika,” pungkasnya. (Amris)