SURABAYA – Pengacara Dwi Heri Mustika S.H, M.H menyoal prosedur admistrasi syarat pengajuan pembuatan Surat Hak Milik (SHM) pelapor Viktor. Pasalnya dia menilai bahwa terbitnya SHM seorang notaris Victor yaitu lawan dari kliennya diduga rekayasa.

Adanya hal itu, Pasangan Suami Istri (Pasutri) Sugeng Handoyo dan Siti Mualiyah akhirnya menjadi pesakitan, lantaran dituding menyerobot tanah. Hingga kini Kedua terdakwa menjalani sidang dalam perkara Pasal 167 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Adanya peningkatan status Tanah itu yang diajukan oleh pelapor. Hingga saat ini kliennya tidak pernah ada konfirmasi dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) kotae Surabaya. Sementara kita masih menimbang, apakah surat yang dimiliki pelapor ini dengan prosedur admistrasi yang sehat atau kah adanya dugaan rekayasa disini nanti kita kaji,” ujar Dwi Heri, mantan jurnalis Surabaya, pada Rabu (19/3/2025).

Dwi Heri Mustika juga menegaskan bahwa kliennya tidak pernah tahu soal status tanah tersebut, keduanya hanya menempati sejak turun temurun dari pihak keluarganya. “Klien kami tidak tahu asal muasal dari peninggalan atau sejarah tanah itu dari kakek dan neneknya. Hingga sampai saat ini Klien kami tidak pernah mendapatkan kunjungan dari petugas BPN,” tegasnya.

Muhammad Affan S.H juga sebagai kuasa hukum dari terdakwa menambahkan bahwa pendaftaran tanah itu mulai tahun 1994, peningkatan ke SHM disitu yang terjadi bukan SHM tapi SHGB. Hal itu juga aneh, bahwa adanya hibah suami ke istri yang dijadikan dasar pengajuan.

“Yang saya ketahui seperti itu. Setelah SHGB tahun 1997 itu ada hibah Suami ke Istri, itu juga salah. Karena Suami ke Istri tidak boleh hibah, kan sudah harta bersama antara bapak Panji Buana Sidarta dengan ibu Gardina Tanu Jaya. Anehnya hal itu di jadikan dasar pengajuan SHM. Hal itu diduga adanya penyerobotan proses pengajuan hak tanah,” jelasnya.

Affan juga berharap kliennya mendapatkan keadilan di PN Surabaya. “Semoga majelis hakim bisa menimbang seadil-adilnya untuk klien kami. Karena klien kami murni korban pesakitan,” pungkasnya.

Sementara, kedua terdakwa mengaku tidak tahu terkait status tanah tersebut, melainkan terdakwa Sugeng menempati rumah itu sejak lahir. “Saya tinggal disana sejak lahir, saya tidak tahu masalah itu, itu zaman kakek nenek saya. Sejak lahir saya juga tidak tahu riwayat tanah itu,” aku Sugeng.

Sugeng juga tidak mengetahui sertifikat tanah tersebut. “Saya tidak tahu sertifikat itu, saya tidak tahu tentang riwayat tanah atau surat itu. Sejak lahir hingga sekarang saya masih menempatinya,” kata Sugeng memberikan keterangannya didalam persidangan.

Terdakwa istrinya Sugeng, yaitu Siti Mauliyah juga mengaku tidak tahu semenjak tahun 1991. “Saya kurang tahu, saya tinggal semenjak tahun 1991 saat setelah menikah. Saya tinggal dirumah itu, sampai punya tujuh orang anak dan cucu,” tambah Siti.

Saat ditanya majelis hakim, apakah kenal dengan pak Victor. Sugeng mengaku tidak kenal. Melainkan ia tahunya Victor semenjak dipanggil pak camat katanya soal penyerobotan tanah. “Saya tidak tahu masalah surat tanah itu. Tahun 2004, saya dipanggil pak camat katanya penyerobotan tanah. Nama Victor tidak kenal, kenalnya baru tahu waktu di panggil di kantor camat.Rumah berdiri itu di bangun sama Mbah saya,” pungkas Sugeng.

Pada berita sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Deddy Arisandi S.H, M.H, telah menghadirkan tiga orang saksi diantaranya mantan RW 02 dan kedua RT yang asli kelahiran wilayah lokasi lahan yang di persoalkan.

Ketiga saksi itu memberikan keterangannya, mantan RW 02 Donokerto yaitu Mariono mengatakan bahwa asal usul rumah atau lahan yang ditempati terdakwa Sugeng bersama istri semenjak di zaman kakeknya. “Asal usul yang menempati rumah itu, ya keluarga dari kakeknya pak Sugeng. Bahkan saya belum lahir, rumah itu ditempati secara turun temurun,” ujar Mariono, mantan ketua RW 02 Donokerto di tahun 2017-2022.

Pihaknya juga menjelaskan bahwa selain dirinya, semua orang kampung juga tahu asal muasalnya rumah tersebut. “Saya tahunya itu, semua orang sana juga tahu. Sebelum saya lahir rumah itu sudah ditempati oleh Bapak Gadri Oetomo itu, itu kakeknya bapak Sugeng hingga turun temurun sampai bapak Sugeng mempunyai cucu sekarang. Tapi heran, pada tahun 2005, bapak Sugeng kok dituduh melakukan penyerobotan tanah atau rumah,” terangnya, pada Senin (17/2/2025) di PN Surabaya.

Mariono juga mengungkapkan bahwa di tahun 2017 saudara Viktori Sidharta mengaku di kantor kelurahan kapasan bahwa pihaknya mempunyai rumah di Jalan Donokerto X1/70 RT. 05 RW. 02, Kelurahan Kapasan, Kecamatan Simokerto, Surabaya.

“Saat itu pak Victor di kantor kelurahan kapasan. Katanya dia mempunyai rumah Donokerto nomor 70. Saat itu saya dipanggil sama pak lurah Bambang. Pak lurah Bambang pun tidak menghiraukan pak Victor, karena pak Victor gak bisa menunjukkan surat-surat kepemilikan. Tidak hanya disitu saja, terus Victor lapor ke Polsek Simokerto. Dan datanglah binmas untuk klarifikasi itu.

Berlanjut pada tahun 2021, ada dua orang mengaku dari Polrestabes untuk membahas, itu atas suruhan Victor. Katanya dilimpahkan ke yayasan, dan membawa surat ditandatangani oleh bapak Baktiono saat itu anggota dewan,” ungkapnya.

Karena pihaknya tidak ikut campur dalam hal itu, Mariono hendak mengantar ke rumah Sugeng untuk klarifikasi. Namun keduanya malah pergi. “Saya bilang, saya tidak berkompeten Atas soal rumah itu, ayo saya temukan saja ke pemiliknya, tapi dia gak mau akhirnya pergi,” pungkas Mariono.

Untuk diketahui, bahwa terdakwa Sugeng Handoyo bersama istrinya Siti Mualiyah menjadi terdakwa dalam perkara Pasal 167 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Atas rumah yang berada di Jalan Donokerto XI/70 RT. 05 RW. 02, Kelurahan Kapasan, Kecamatan Simokerto, Surabaya.(Am)