JAKARTA — Sidang perkara sengketa merek dan indikasi geografis dengan agenda mendengarkan keterangan ahli hukum pidana, Hendri Jayadi yang juga dosen di Universitas Kristen Indonesia (UKI) kembali di gelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, pada Selasa (24/4/2025).

Dalam persidangan ini diketuai oleh majelis hakim Ni Made Purnami dengan beranggotakan Heru Kuncoro dan Arif Yudiarto. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tutur Sagala.

Di persidangan Hendri Jayadi selaku Ahli mengatakan bahwa kepemilikan merek ganda dalam ranah hukum merek, pihak yang pertama kali mendaftarkan merek tersebut berhak atas perlindungan hukum. Namun apabila terdapat dua sertifikat merek yang dikeluarkan oleh DJKI terhadap nama merek yang sama, maka timbul sengketa hak, bukan tindak pidana.

“Selama belum ada putusan yang inkracht, kedua belah pihak tetap dapat menggunakan merek masing-masing Dikarenakan merek tersebut di lindungi oleh Undang – undang,” ujarnya.

Menurut Hendri perbedaan warna merek dalam bukti persidangan, merek milik terdakwa Challas berwarna kuning-merah. Sementara merek pelapor awalnya berwarna hitam-putih.

“Pelapor baru mengganti warna pada tahun 2023, setelah merek terdakwa Challas sudah digunakan sejak 2021,” ungkap Ahli seraya mengatakan bahwa warna merek memiliki pengaruh dalam membedakan dua merek dan tidak ada persamaan secara nyata.

Dalam Asas Ultimum Remedium kata Ahli bahwa pidana adalah jalan terakhir (ultimum remedium) dalam penyelesaian hukum. Karena perkara perdata sudah selesai, merek sudah tidak digunakan lagi, dan tidak ada lagi kerugian nyata.

“Bahkan, terdakwa Challas menunjukkan itikad baik dengan membuat press release, bahwa ia tidak lagi memproduksi atau menjual produk dengan merek tersebut pasca putusan perdata, maka proses pidana seharusnya dihentikan,” jelasnya.

Berdasarkan hal itu, menurut Ahli permohonan pendaftaran merek yang di lakukan oleh terdakwa merupakan itikad baik.

Usai persidangan, Topan Oddye Prastyo selaku kuasa hukum terdakwa mengatakan bahwa pihaknya menilai tidak ada unsur pidana dalam perkara merek ini, karena menurutnya sudah ada penyelesaian perdata.

“Perbedaan warna antara merek klien kami Challas dan Pelapor sangat jelas perbedaanya. Pendaftaran merek klien kami dilakukan dengan itikad baik,” ujarnya.

Proses hukum pidana seharusnya tidak dilanjutkan kata Topan, karena telah ada putusan kasasi. “Pelaksanaan penghentian penggunaan merek oleh klien kami telah dilakukan dengan adanya press release dari Penasehat Hukum,” pungkasnya. (Ram)