Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
HukumSurabaya

Sidang Notaris Nafiaturrohmah, Ahli: Perkara Pajak Tidak Bisa Ditarik Ke Korupsi

0
×

Sidang Notaris Nafiaturrohmah, Ahli: Perkara Pajak Tidak Bisa Ditarik Ke Korupsi

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

SURABAYA — Sidang lanjutan, perkara dugaan gratifikasi dan manipulasi penerimaan pajak daerah dalam pembebasan lahan di Desa Geneng, Kecamatan Geneng, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, yang menyeret notaris Nafiaturrohmah digelar kembali di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas I-A Khusus Surabaya, Selasa (16/12/2025).

Dalam sidang, kasus yang terjadi pada periode 2023–2024 ini memasuki tahap pemeriksaan ahli. Tiga saksi ahli dihadiri di persidangan, tidak lain memberikan keteranga. Tiga ahli yang dihadirkan sebagai saksi meringankan terdakwa.

banner 325x300

Mereka adalah ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Dr H Mudzakkir SH MH selaku Ahli Pidana, Dr Doni Budiono S.Ak, SH, MH selaku Ahli Perpajakan dan Dr Habib Adjie SH, MHum selaku Ahli Kenotariatan.

Ahli pidana Mudzakkir menjelaskan bahwa esensi tindak pidana korupsi terletak pada adanya perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian keuangan negara. Namun, menurut dia, kerugian negara tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu secara sah.

Baca Juga :  Kasus Suap "Vonis Bebas" Ronald Tannur, Mantan Ketua PN Surabaya Rudy Suparmono Mulai di Adili

“Penentuan kerugian keuangan negara berdasarkan undang-undang hanya dapat dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jika perhitungan dilakukan oleh lembaga lain, maka tidak dapat dijadikan dasar produk hukum,” kata Mudzakkir dalam persidangan.

Ia menambahkan, kerugian negara dalam perkara korupsi harus bersifat nyata atau actual loss. Konsep kerugian yang bersifat potensi atau potential loss, menurut dia, tidak dapat dijadikan dasar penetapan tindak pidana korupsi karena mengandung ketidakpastian hukum.

“Kerugian yang belum terjadi tidak bisa digunakan untuk menjerat seseorang dengan tindak pidana korupsi,” ujarnya.

Penasihat hukum Nafiaturrohmah, Heru Nugroho, mengatakan keterangan para ahli menunjukkan bahwa syarat formil perkara yang menjerat kliennya tidak terpenuhi. Ia menilai, dalam kasus BPHTB yang dipersoalkan, tidak terdapat kerugian negara yang bersifat nyata.

Baca Juga :  Diduga Oleng, Pria asal Mojokerto Tewas Usai Tabrak Tiang Telkom di Trosobo Sidoarjo

“Dalam perkara ini tidak ada surat atau ketetapan dari otoritas pajak yang menyatakan adanya kekurangan pembayaran. Tanpa itu, tidak bisa serta-merta disebut sebagai kerugian negara,” kata Heru usai sidang.

Heru juga menyoroti prinsip ultimum remedium dalam hukum perpajakan. Menurut dia, sanksi pidana dalam perkara pajak hanya dapat diterapkan sebagai upaya terakhir setelah mekanisme administratif ditempuh dan tidak efektif.

“Ahli perpajakan menegaskan bahwa pelanggaran pajak baik BPHTB maupun pajak lainnya tidak otomatis masuk tindak pidana korupsi. Penyelesaiannya harus melalui mekanisme perpajakan terlebih dahulu,” ujarnya.

Ia menjelaskan, tindak pidana korupsi dalam konteks perpajakan hanya dapat dikenakan pada aparat pajak yang menyalahgunakan kewenangan atau menerima suap, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Baca Juga :  Mahkamah Agung Rombak 10 Hakim PN Surabaya Diganti 14 Hakim Baru

Sementara itu, jika terjadi kekurangan bayar pajak, menurut Heru, penyelesaiannya dilakukan melalui penerbitan surat ketetapan pajak dan mekanisme keberatan atau sengketa pajak. “Kalau tetap tidak dibayar setelah ditagih, barulah bisa masuk ranah pidana umum, bukan pidana korupsi,” kata dia.

Sementara itu, dalam dakwaan primair, jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Ngawi Reza Prasetya Nitisasmito mendalilkan bahwa Nafiaturrohmah bersama saksi Winarto bin Parto Sudarmo diduga membuat nilai transaksi dalam Akta Pelepasan Hak dan Akta Pengikatan Jual Beli lebih rendah dari nilai transaksi sebenarnya, sehingga penerimaan daerah Kabupaten Ngawi berkurang dan diduga merugikan keuangan negara.

Dalam dakwaan subsider, jaksa menyatakan perbuatan tersebut diduga dilakukan dengan menyalahgunakan kewenangan atau jabatan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan tindak pidana korupsi.(Am)

Example 300250
Example 120x600