Temu Kangen Wartawan Amunisi, Kenang Hendra Usmaya dan Soroti Ancaman terhadap Kebebasan Pers
JAKARTA – Suasana penuh kehangatan dan nostalgia menyelimuti Rumah Makan Simpang Raya, Jakarta Pusat, saat puluhan mantan wartawan surat kabar Amunisi menggelar temu kangen, pada Jumat (25/4/2025).
Acara ini digagas oleh Budi, salah satu pengurus Kelompok Kerja Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Walikota Jakarta Pusat, sebagai bentuk silaturahmi sekaligus penghormatan terhadap para pendiri dan perjuangan membesarkan media tersebut.
Sejumlah jurnalis senior dari berbagai media hadir dalam pertemuan ini, di antaranya Al-Amin, Mustofa, Rasian, Akib, Ramdhani, Darsani, Mubahir, Rukmana, Bambang, dan Bowo. Mereka mengenang masa-masa sulit namun penuh semangat saat membangun Amunisi dari bawah.

“Pertemuan ini penting guna mengenang masa-masa penuh perjuangan, suka dan duka saat kami bersama membesarkan Amunisi. Kami juga mengenang almarhum pendiri seperti Bang Hendra Usmaya dan Pak Maliki Hidayat, dua guru luar biasa bagi kami,” ujar Budi.
Salah satu cerita menarik datang dari Bowo, wartawan televisi yang sempat enggan menulis untuk media cetak. Namun dorongan dari almarhum Hendra Usmaya mengubah pandangannya. “Bang Hendra memaksa saya menulis. Esoknya tulisan saya dimuat dengan sangat rapi dan tajam. Itulah magisnya Hendra,” kenangnya.
Selain bernostalgia, para wartawan juga membahas isu aktual yang menyorot perhatian publik: kasus dugaan suap yang menyeret Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan humasnya, serta penangkapan Direktur Jak TV oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

Ketua Umum Forum Perhimpunan Wartawan Indonesia (Forum PWI), Rukmana, S.Pd.I., CPLA, menegaskan bahwa kriminalisasi terhadap kegiatan jurnalistik adalah bentuk ancaman serius terhadap kebebasan pers.
“Kegiatan jurnalistik tidak bisa dikriminalisasi. Wartawan bekerja di ranah yang dilindungi oleh UU Pers No. 40 Tahun 1999,” tegasnya. Ia juga membela Tian Bahtiar dari Jak TV yang dituduh menerima sponsor seminar sebagai bentuk suap. “Itu bukan pemufakatan jahat. Itu bagian dari kerja jurnalistik yang sah,” tambahnya.
Senada dengan Rukmana, Ramdhani dari Deteksijaya meminta agar aparat penegak hukum memahami peran jurnalis secara utuh. “Wartawan bukan ASN yang digaji negara. Jangan seret kegiatan jurnalistik ke ranah pidana,” katanya.
Acara diakhiri dengan makan bersama, doa, serta rencana penyelenggaraan kegiatan besar untuk mengenang karya-karya jurnalistik almarhum Hendra Usmaya yang telah memberikan warna tersendiri dalam dunia pers Indonesia. (Ram)