BERAU — Dugaan pencemaran Sungai Daluman di RT 01 dan 02 Pegat Bukur Kecamatan Sambaliung, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, menyulut kekesalan warga, khususnya masyarakat adat Dayak. Air sungai yang dulunya jernih kini berubah menjadi keruh berwarna cokelat tua, diduga akibat pembuangan limbah tambang batu bara milik PT Supra Bara Energi (PT SBE).

Ketua DPD Persatuan Dayak Kalimantan Timur (PDKT) Kabupaten Berau, Marjinus Ugin meminta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Berau segera menghentikan sementara aktivitas PT SBE. Permintaan tersevut disampaikannya setelah ada temuan warga terkait aktivis lingkungan yang melihat langsung kondisi air sungai di lokasi.

“Pengawasan seharusnya ketat, bukan longgar seperti sekarang. Kalau terbukti mencemari sungai, kami minta DLHK merekomendasikan ke Kementerian Lingkungan Hidup agar menghentikan kegiatan PT SBE demi menyelamatkan nyawa masyarakat dan habitat makhluk hidup lainnya,” ujar Marjinus, kepada wartawan Kamis (7/8/2025).

Dugaan Pelanggaran

Hasil peninjauan kelapangan bersama warga, media, aktivis lingkungan, dan DLHK Berau pada Rabu (30/7/2025) menunjukkan bahwa keruhnya Sungai Daluman diduga kuat berasal dari pembuangan limbah tambang langsung ke aliran sungai. PT SBE diduga melakukan praktik pembuangan limbah batu bara tanpa melalui Water Monitoring Point (WMP) sebagaimana diwajibkan dalam pengelolaan limbah cair industri pertambangan.

Menurut Marjinus sejak tambang beroperasi, kualitas air Sungai Daluman terus memburuk. Air yang sebelumnya menjadi sumber utama kebutuhan harian warga kini tidak lagi bisa digunakan untuk mandi, mencuci, apalagi minum.

“Dari dulu, sejak leluhur kami, Sungai Daluman adalah sumber kehidupan. Sekarang airnya rusak, dan ini akibat kelalaian pemerintah dalam mengawasi perusahaan nakal yang mengabaikan keselamatan warga,” tegasnya.

Akibat limbah tersebut, berdampak pada warga di Kampung Pegat Bukur, Inaran, Bena Baru, dan sekitarnya. Selain menghilangkan sumber air bersih, warga juga mengeluhkan gatal-gatal pada kulit akibat air sungai.

Oleh karena itu, dengan tegas DPD PDKT Berau meminta DPRD Kabupaten Berau memanggil manajemen PT SBE untuk dimintai pertanggungjawaban. Bahkan, PDKT menilai solusi terbaik adalah pencabutan izin tambang karena kasus ini dinilai berulang kali terjadi.

“Ini tindakan biadab. Tidak ada yang kebal hukum di negeri ini. PT SBE harus bertanggungjawab atas kerusakan lingkungan yang mereka timbulkan,” tandas Marjinus.

Aspek Hukum

Berdasarkan hal itu pendamping hukum PDKT Berau, Dedison Jupray menegaskan bahwa jika dugaan pencemaran terbukti, PT SBE dapat dijerat dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dedi juga menjelaskan bahwa ada beberapa pasal yang relevan terhadap permasalahan pencemaran lingkungan, yaitu:

1. Pasal 69 ayat (1) huruf a: Larangan melakukan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.

2. Pasal 104: Larangan dumping limbah tanpa izin, pidana 3 tahun penjara dan denda hingga Rp3 miliar.

3. Pasal 98 ayat (1): Pidana 3–10 tahun penjara dan denda Rp3–10 miliar jika melampaui baku mutu lingkungan.

4. Kaitan dengan UU Sumber Daya Air
Jika pencemaran langsung mengganggu kualitas air sungai, bisa juga diterapkan Pasal 37 jo. Pasal 40 UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, yang melarang setiap orang merusak sumber daya air dan mengancam pidana bagi pelanggar.

“Melalui PDKT Berau, masyarakat menuntut:
Pemerintah Pusat dan Menteri Lingkungan Hidup turun langsung kelokasi untuk melakukan investigasi,” katanya.

Menurut Dedi DLHK Provinsi Kaltim harus menuntut sanksi administratif hingga pencabutan izin PT SBE. “Penegakan hukum secara pidana dan perdata. Lalu rehabilitasi Sungai Daluman dan pemulihan hak warga atas air bersih,” tegasnya.

Menambahkan pernyataan Dedi, Marjinus kembali menegaskan bahwa pihaknya akan kembali melayangkan somasi kepada DLHK Berau untuk memperketat pengawasan terhadap seluruh perusahaan tambang, terutama yang tidak memiliki atau tidak menjalankan sistem WMP.

“Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi soal nyawa dan masa depan masyarakat. Pemerintah jangan tutup mata,” pungkasnya.

Permasalahan ini menjadi momok atas lemahnya pengawasan lingkungan di wilayah pertambangan. Jika tidak segera ditangani, bukan hanya ekosistem Sungai Daluman yang hilang, tetapi juga masa depan ribuan warga yang menggantungkan hidupnya dari air bersih. (AS)