MANOKWARI – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat (Pabar) telah melakukan proses penyerahan dua orang tersangka dan barang bukti (Tahap II) Perkara Tindak Pidana Korupsi Penyaluran Dana Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera Tapak Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada PT. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua kantor cabang pembantu Kumurkek Tahun 2016-2017.

Demikianlah hal itu dikatakan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Pabar Abun Hasbullah Syambas S.H., M.H dalam siaran persnya pada Kamis (20/3/2025).

“Adapun jumlah tersangka yang dilakukan penyerahan dari Penyidik Kejaksaan Tinggi Papua Barat kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sorong berjumlah dua orang, yakni berinisial HPL (Mantan Kepala KCP Kumurkek) dan SDA (Direktur Utama PT. Jaya Molek Perkasa),” ujarnya.

Menurut Abun pelaksanaan tahap II ini merupakan tahapan, setelah dilakukannya proses penyidikan dan berkas dinyatakan lengkap (P-21) oleh Jaksa Penuntut Umum. “Selanjutnya ke dua tersangka akan dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Manokwari untuk disidangkan dalam rangka proses penuntutan,” katanya.

Lebih lanjut Abun menjelaskan kasus posisi singkat perkara tersebut. Menurutnya PT. BPD Papua adalah merupakan Bank Pelaksana KPR Bersubsidi pada tahun 2016-2017 telah menyalurkan KPR Sejahtera dengan dukungan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPRS FLPP) kepada para debitur salah satunya terhadap para debitur yang membeli rumah dari developer PT. Jaya Molek Perkasa.

“Adapun kelompok sasaran debitur KPRS FLPP adalah masyarakat berpenghasilan rendah atau masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah,” jelasnya.

Namun, dalam pelaksanaannya ungkap Abun para pejabat kredit atas perintah dan tekanan dari HPL selaku Kepala PT. BPD Papua KCP Kumurkek) dengan secara sadar dan sengaja tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam proses pemberian kredit.

Selain itu kedua tersangka tidak melakukan supervisi, memalsukan hasil supervisi, tidak melakukan verifikasi sasaran KPR, memalsukan analisa nilai wajar agunan, mengesampingkan tahapan pemberian kredit dan telah menyetujui permohonan KPRS FLPP yang diajukan oleh para debitur yang hendak membeli rumah di perumahan yang developernya PT. Jaya Molek Perkasa, walaupun bangunannya belum ada/belum siap huni.

Padahal dalam Peraturan Menteri PUPR dan SK Direksi Bank Papua jelas disebutkan bank wajib melakukan verifikasi atas permohonan KPRS serta melakukan pengecekan fisik bangunan rumah serta prasarana dan sarana lingkungan serta utilitas umum (PSU) yang telah siap dihuni.

“Akibat tindakan tersebut, saat ini sebagian besar status kredit para debitur dalam kondisi macet (kolektibilitas 5) sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp54.496.520.851, atau setidak-tidaknya dalam jumlah tersebut,” pungkas Abun. (Amri)