SURABAYA – Sidang eksepsi terdakwa Ivan Sugiamto perkara Perundunga siswa SMA Kristen Gloria 2 Surabaya ditolak, saat sidang putusan sela berlangsung digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat (21/2/2025).

Majelis Hakim PN Surabaya Abu Achmad
Sidqi Amsya telah menolak eksepsi atau keberatan yang diajukan oleh tim penasihat hukum terdakwa Ivan Sugiamto. Dan pemeriksaan saksi bakal dilanjutkan ke tahap sidang selanjutnya.

Berlangsung dalam sidang, ketua majelis hakim Abu Achmad menyatakan bahwa surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah memenuhi syarat formil karena sudah lengkap dan jelas.

“Menimbang bahwa surat dakwaan telah memenuhi syarat formil, maka majelis hakim tidak dapat menerima keberatan dari tim penasihat hukum terdakwa,” ujar hakim Abu Achmad.

Setelah eksepsi dinyatakan ditolak, hakim memerintahkan agar JPU melanjutkan sidang dengan menghadirkan saksi-saksi pekan depan. “Pemeriksaan perkara harus dilanjutkan ke tahap pembuktian, dengan memeriksa saksi-saksi,” tegas Abu Achmad.

Lanjut hakim Abu Achmad mengatakan memberikan dua kali sidang kepada JPU untuk menghadirkan saksi-saksi. “Penuntut umum kami beri kesempatan dua kali untuk menghadirkan saksi-saksi pada sidang tanggal 26 dan 28 Februari mendatang,” jelasnya.

Nantinya, setelah pemeriksaan saksi dari JPU, sidang akan berlanjut dengan menghadirkan saksi meringankan dari pihak penasihat hukum terdakwa. “Proses persidangan harus tetap berazaskan peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan,” tuturnya.

Sebelumnya, dalam sidang pembacaan eksepsi, penasihat hukum terdakwa, Billy Handiwiyanto mempersoalkan dakwaan yang dianggap cacat formil.

Menurut Billy, dakwaan JPU tidak menguraikan secara cermat dan lengkap perihal unsur paksaan serta ancaman kekerasan yang diduga dilakukan oleh Ivan Sugiamto terhadap korban EN, seorang siswa SMA Kristen Gloria 2 Surabaya.

Diketahui dalam berkas surat dakwaan, Ivan Sugiamto diduga melakukan kekerasan terhadap seorang siswa SMA Kristen Gloria 2 Surabaya setelah mengetahui adanya perselisihan antara anaknya dan korban. Anaknya telah mencoba menyelesaikan masalah, tetapi situasi berkembang menjadi ketegangan di luar lingkungan sekolah. Korban kemudian dibawa ke hadapan Ivan, yang saat itu tengah emosi. Ivan memaksa korban untuk meminta maaf dengan bersujud dan menggonggong sebanyak tiga kali.

Akibat dari tindakan tersebut, korban mengalami dampak psikologis yang serius, seperti kecemasan, depresi, serta Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD).

Berdasarkan hasil pemeriksaan psikolog forensik dari Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya, korban menunjukkan manifestasi klinis yang berat yang mengakibatkan kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

Ivan Sugianto kini didakwa berdasarkan pasal 80 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta pasal 335 ayat 1 ke-1 KUHP.(Am)