SURABAYA – Sidang lanjutan kasus pengerusakan dua mobil yaitu terdakwa pasangan suami istri (pasutri) Handy Soenaryo dan Tjan Hwan Diana kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (25/8/2025).

Kali ini, kedua terdakwa bersikap tanpa menyesal, justru Diana tampil berdandan menor di hadapan majelis hakim.

Diana, yang hadir dengan dandanan mencolok di ruang sidang, mencoba mengelak dari tuduhan telah melakukan perusakan. Dalam kesaksiannya di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muzakki, ia mengaku hanya “menahan” kendaraan korban, bukan merusak.

“Saya tidak merasa merusak, saya hanya menahan. Tapi saya menyesal karena tidak tahu aturan hukumnya,” ucap Diana dengan nada membela diri.

Namun keterangan itu bertolak belakang dengan fakta di lapangan. Berdasarkan dakwaan jaksa, atas perintah Diana, suaminya Handy menggunakan dongkrak, kunci roda, hingga gerinda untuk merusak ban dan roda dua kendaraan milik korban. Akibat ulah pasutri ini, mobil pick-up Daihatsu Grandmax W-8414-NC milik Hironimus Tuqu alias Nimus dan sedan Mazda W-1349-WO milik Yanto mengalami kerusakan berat hingga tidak dapat digunakan.

Parahnya lagi, Diana secara terang-terangan mengakui mencopot ban dan peleng mobil agar kendaraan tidak bisa dibawa pergi. “Ban dan peleng itu saya bawa ke rumah, dan mobilnya tetap di tempat. Setelah itu saya derek dengan memasang kembali ban,” kata Diana tanpa menunjukkan rasa bersalah.

Majelis hakim yang dipimpin Safruddin, S.H., M.H sempat menyinggung soal perdamaian. Namun, Diana menuding korban yang dianggap menuntut berlebihan. Padahal, korban Hironimus Tuqu justru sudah menurunkan tuntutan ganti rugi dari Rp150 juta menjadi Rp50 juta.

“Dari awal saya menuntut Rp150 juta. Tapi sekarang saya hanya minta ganti rugi Rp50 juta,” ujar Nimus di ruang sidang Sari 2 PN Surabaya.

Kasus ini sendiri bermula dari proyek pembuatan kanopi motorized retractable roof yang dipesan Handy kepada Paul Stephanus pada 8 Agustus 2023. Namun, saat progres mencapai 75 persen, proyek sepihak dibatalkan oleh Handy pada 29 Oktober 2024. Buntut perselisihan itulah yang berujung pada aksi brutal pengerusakan mobil korban di Perumahan Pradah Permai, Dukuh Pakis, Surabaya.

Atas perbuatannya, pasutri tersebut dijerat Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang pengerusakan.(Am)