SURABAYA – Merasa ditipu dengan adanya sertifikat ganda, puluhan warga Malang Polisi kan Mafia Tanah yang menguasai lahan perkebunan tebu milik warga Desa Balesari, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang. Kedatangan puluhan warga Malang di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jatim, pada Rabu (24/9/2025) pagi, tidak lain untuk melaporkan dan mendesak kepolisian memberantas mafia tanah yang ada di Malang.

Warga yang sudah menempati sejak tahun 1994 dengan luas kurang lebih 73 hektare, kini status kepemilikan sertifikat, lahan mereka dikuasai orang lain. Puluhan warga melaporkan mafia tanah atas dugaan pemalsuan surat.

Masbuhin, selaku kuasa hukum puluhan korban pemalsuan surat, mengatakan bahwa praktik semacam ini bukan hanya merugikan masyarakat, namun juga mengancam stabilitas hukum, ekonomi, dan sosial.

“Para warga sudah memegang sertifikat hak milik (SHM) yang sah sejak tahun 1994, lengkap dengan bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tiap tahun. Namun pada 2024, di atas lahan yang sama tiba-tiba terbit SHM baru atas nama orang lain. Itu jelas indikasi adanya sertifikat ganda,” kata Masbuhin, di Mapolda Jatim.

Ia telah turun ke lapangan sejak Jumat (19/9/2025) untuk memverifikasi keluhan masyarakat. Dari hasil identifikasi awal, sedikitnya terdapat puluhan hektare tanah yang kini memiliki sertifikat ganda.

“Untuk sementara, ada sekitar 20 warga yang sudah resmi melapor ke kantor kami dengan luas lahan mencapai 15 hektare. Kami menduga masih ada sekitar 30 warga lainnya yang belum melapor. Jadi total bisa lebih luas lagi,” ungkapnya.

Menurutnya, modus operandi yang digunakan adalah dengan memalsukan dokumen melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan diduga dilakukan dengan kolusi bersama oknum aparat pertanahan.

Sebagai contoh, kasus yang dialami Tarimin. Ia telah menguasai lahan tebu sejak 1993 dengan SHM No. 603 seluas 4.630 meter persegi. Namun pada 31 Juli 2024, BPN Kabupaten Malang menerbitkan SHM No. 01049 atas nama MSE, yang bahkan menggabungkan lahan milik tiga warga, termasuk Tarimin.

Kasus serupa juga dialami Sri Rahayu, pemilik sah lahan melalui akta jual beli (AJB) No. 134/2013. Lahan tersebut awalnya atas nama Soekari Poerwanto, namun pada 2024 BPN kembali menerbitkan SHM baru No. 02148 atas nama MDZ di lokasi yang sama.
Salah satu warga, Ponidi, mengaku kaget ketika mengetahui tanah miliknya juga bermasalah.

Ia mengetahuinya setelah menerima surat ancaman dari seseorang bernama Saiful Effendi yang mengaku pemilik sertifikat baru di atas lahan miliknya.

“Awalnya saya membeli tanah itu dari pemegang hak garap yang mendapat bagian dari tanah kelebihan maksimum seluas 73 hektare. Ada 65 KK yang menerima pembagian waktu itu. Saya mengurus semua secara resmi hingga keluar sertifikat sah. Jadi ketika tiba-tiba muncul sertifikat baru, kami semua sangat terkejut,” kata Ponidi.

Berdasarkan nomor LP/B/1197/VIII/2025/SPKT/Polda Jawa Timur, Masbuhin yang mendampingi puluhan warga itu berharap agar polisi bertindak profesional untuk menindak mafia tanah.

“Kami apresiasi langkah penyidik Ditreskrimum Polda Jatim yang langsung memulai pemeriksaan saksi-saksi secara cepat dan profesional. Harapan kami kasus ini bisa segera dibongkar dan menyeret semua pihak yang terlibat, mulai dari pelaku utama, penyuruh, hingga pihak yang menjadi pendana,” tegas Masbuhin.

Ia menambahkan, mafia tanah tidak hanya merugikan individu, melainkan juga berpotensi melemahkan wibawa negara jika dibiarkan. Oleh karena itu, masyarakat berharap Polda Jatim dapat menindak tegas pihak-pihak yang terlibat, termasuk oknum aparat yang diduga berkolusi dalam penerbitan sertifikat ganda tersebut.(Am/Pri)