BANDUNG – Sidang lanjutan perkara Miming Theniko (MT) terkait kasus dugaan penipuan Rp. 100 miliar kembali digelar dengan agenda Pledoi di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Bandung pada Selasa (27/5/2025).

Dalam pembacaan pledoi setebal 1200 halaman ini digelar selama 2 kali persidangan, hari ini tim penasehat hukum melanjutkan pembacaan nota pembelaan (Pledoi) atas tuntutan jaksa penuntut Umum (JPU).

Tim penasehat hukum dalam Pledoinya membantah seluruh dalil-dalil tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Menurutnya terdakwa menjadi korban kriminalisasi dalam perkara yang semestinya berada dalam ranah hukum perdata.

Salah seorang tim penasehat hukum DR. Yopi Gunawan, S.H., M.H., M.M menyatakan dakwaan jaksa terlalu dipaksakan, fakta – fakta persidangan dan alat bukti tidak mendukung tuduhan penipuan sebagaimana pasal 378 KUHP. Selain itu fakta-fakta yang diungkapkan oleh Jaksa penuntut umum dalam tuntutannya hanya berdasarkan pada alat bukti dan keterangan fakta-fakta yang dimanipulasi oleh Jaksa penuntut umum.

“Banyak sekali keterangan saksi dan ahli bahkan keterangan terdakwa yang ditambahkan atau bahkan dihilangkan” ujar DR. Yopi Gunawan.

Lebih lanjut, Tim Kuasa Hukum lainnya menyebut bahwa proses hukum terhadap klien mereka mengandung unsur rekayasa, mulai dari penyidikan hingga penuntutan. Mereka menyampaikan keberatan atas perbedaan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan keterangan para saksi di persidangan.

“Sangat banyak keterangan saksi dalam BAP yang berbeda dengan kesaksian di persidangan. Ini menunjukkan ketidakkonsistenan dan adanya tekanan pada proses penyidikan,” ujar Ricky Mulyadi, S.H., M.H.

Pihak Tim Kuasa Hukum juga menilai jaksa telah mengabaikan prinsip In Dubio Pro Reo” yang menyatakan bahwa dalam kondisi terdapat keraguan, maka seharusnya majelis hakim memutus untuk menguntungkan terdakwa.

“Mereka mengkritik keras sikap penuntut umum yang tetap menuntut pidana karena unsur-unsur pidana tidak terbukti secara sah dan meyakinkan di persidangan, “ujar Randy Raynaldo, S.H.

Apabila tindak pidana yang dituntut tidak terbukti maka sesuai dengan asas pidana: “lebih baik membebaskan 1.000 orang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah”.

Dalam pledoi, Tim Penasihat Hukum memaparkan bahwa hubungan hukum antara terdakwa dan pelapor sejatinya adalah tindakan peningkatan performa rekening perusahaan pelapor (PT Sinar Runner Indo), dimana pelapor meminjam cek-cek milik terdakwa untuk diputarkan atau dicairkan pada rekening-rekening milik pelapor diantaranya melalui rekening Isteri pelapor, rekening kakak Ipar pelapor dan rekening perusahaan milik kakak Ipar pelapor.

“Dana sebesar Rp. 100.138.885.100,- sudah ditarik kembali oleh pelapor, bahkan terjadi lebih tarik sebesar Rp. 1.248.114.900,00 sehingga nominal yang ditarik kembali oleh pelapor dari terdakwa adalah sebesar Rp. 101.387.000.000,00 ” ujar Ricky Mulyadi, S.H., M.H.,

Menurut DR. Yopi Gunawan bahwasannya dua lembar cek yang merupakan bagian dari 385 lembar cek atas nama keponakan terdakwa seharusnya dikembalikan kepada terdakwa, akan tetapi secara sepihak pelapor mencairkan cek tersebut dan tentu cek tersebut akan ditolak karena pelapor tidak menyetorkan terlebih dahulu ke dalam rekening yang bersangkutan.

Tim Penasihat Hukum MT dalam pledoinya menguraikan secara sistematis unsur-unsur Pasal 378 KUHP, yang berbunyi:”Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang, memberi utang, atau menghapus piutang.”

Dari pasal tersebut, unsur utama yang harus dibuktikan adalah: Adanya maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum

Penggunaan tipu muslihat, kebohongan, atau penyamaran, akibatnya, korban menyerahkan barang atau uang

Menurut penasihat hukum, tidak satu pun unsur tersebut terpenuhi secara sah dan meyakinkan dalam persidangan.

Unsur “maksud untuk menguntungkan diri secara melawan hukum” tidak terbukti, karena terdakwa sama sekali tidak mendapatkan keuntungan dari proses peningkatan performa rekening milik Perusahaan Pelapor dan unsur “tipu muslihat atau kebohongan” tidak didukung oleh bukti.

Karena seluruh dana ditransfer secara bertahap atas dasar hubungan kepercayaan dari pihak pelapor, bukan karena paksaan atau kebohongan, tidak ada nama palsu, dokumen palsu, atau fakta yang disembunyikan.

Unsur “menggerakkan korban untuk menyerahkan uang dengan tipu daya” juga tidak terbukti, karena pelapor telah menguasai lembar-lembar cek milik terdakwa dan pelaporlah yang mengatur kapan untuk mencairkan dan mentransfer dana ke rekening terdakwa apabila hendak mencairkan cek tersebut.

“Surat dakwaan jaksa tidak mendasarkan uraian peristiwa yang memenuhi semua unsur pasal 378 KUHPidana, maka menurut yurisprudensi dan prinsip hukum pidana, terdakwa sepatutnya dibebaskan,” kata Kartiko, S.H., seraya mengutip Putusan MA Nomor 812 K/Pid/2011 sebagai preseden penting.

Berdasarkan Nurani dan Hukum

Menutup pledoinya tim penasehat hukum berharap agar prinsip “in dubio pro reo” (keraguan berpihak pada terdakwa) ditegakkan. Mereka meminta agar Majelis Hakim membebaskan terdakwa dari semua dakwaan dan memulihkan hak-haknya.

“Karena berdasarkan fakta-fakta persidangan terdakwa sama sekali tidak melakukan tindak pidana yang sebagaimana didakwakan dan dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum,” tandasnya.

Tim Penasihat Hukum terdakwa mengharapkan Majelis Hakim dapat memutus dengan seadil-adilnya dengan mempertimbangkan seluruh fakta-fakta yang terungkap didalam Persidangan. (Budi)