BANDUNG – Perkara dugaan korupsi pengelolaan dana program Indonesia pintar (PIP) di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Bagasasi Bandung memasuki tahap dua.

Kejaksaan Negeri Kota Bandung menyerahkan tersangka NYA dan MFA berikut barang bukti ke tim jaksa penuntut umum (JPU) di Kantor Kejari Kota Bandung, pada Kamis (22/5/2025)

Kajari Kota Bandung, Irfan Wibowo mengatakan modus yang dilakukan para tersangka ini dengan cara melakukan pungutan biaya hidup mahasiswa atau living cost.

Menurutnya jumlah uang yang dipungut bervariatif dan digunakan untuk membiayai operasional yang tak terkait langsung dengan proses pembelajaran mahasiswa di mana itu bertentangan dengan peraturan Sekjen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Kemudian, penggunaan dana uang kuliah tunggal yang tak dapat dipergunakan untuk operasional pembelajaran, sehingga tidak terdapat pertanggungjawaban dalam penggunaannya.

“Tersangka MYA dan MFA dalam pelaksanaannya selaku pihak dari STIA Bagasasi Bandung memotong biaya hidup milik mahasiswa penerima beasiswa PIP dengan cara membebankan mahasiswa biaya pendaftaran, biaya bangunan, biaya prospek, tabungan semester, semiloka dan kunjungan studi,” ujar Kajari.

Atas perbuatannya, tersangka telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 20,7 miliar.

Perbuatan para tersangka diduga melanggar primair pasal 2 ayat 1 Jo, pasal 18 ayat 1 huruf b UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipidkor, sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 subsidair pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat 1 huruf b UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipidkor sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999.

“Tersangka selanjutnya dilakukan penahanan oleh tim JPU selama 20 hari ke depan pada rutan klas 1 Kebonwaru Bandung,” tambahnya.

Sementara itu Kasipidsus Kejari Kota Bandung, Ridha Nurul Ihsan menambahkan kerugian negara Rp 20,7 miliar ini berasal dari tahun anggaran 2021, 2022, dan 2023 yang jumlahnya total senilai Rp 24 miliar. Namun, sudah ada pengembalian sekitar Rp 3 miliar lebih.

“Kami masih melakukan aset tracing. Modus pemotongan biaya hidup mahasiswa dan menarik sebanyak-banyaknya mahasiswa untuk dapat belajar di sana dengan tidak memperhitungkan daya tampung atau kuota. Biasanya mahasiswa itu total menerima biaya hidup Rp 7,5 juta dan Rp 4 juta untuk biaya pendidikan persemesternya,” pungkasnya. (Budi)