Impor 9.888 Drum Sianida Ilegal asal China, Sugiarto dan Steven Diadili di PN Surabaya
SURABAYA – Direktur Utama PT Sumber Hidup Chemindo (PT SHC), Sugiarto Sinugroho (bapak) bersama anaknya bernama Steven Sinugroho, selaku Direktur PT SHC jadi pesakitan di ruang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada Rabu (3/9/2025) kasus perdagangan Sianida Impor Ilegal China dan Korea.
Keduanya diadili secara online, kasus perdagangan Sianida impor sebanyak 494,4 ton atau setara 9.888 drum dari China dan Korea yang diperjual belikan secara ilegal di Indonesia. Keduanya didakwa pasal 106 Jo pasal 24 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim) menerangkan bahwa kedua terdakwa telah menjalani sidang online yang berlangsung, pada Rabu (3/9/2025) dengan agenda keterangan saksi. “Kemaren kalau gak salah di panggil 6 (enam) orang tapi siapa namanya dan darimana saya kurang tahu, karena saya gak ikut ke PN kemaren,” ujar jaksa Darwis, pada Kamis (4/9/2025) siang.
JPU Darwis juga mengatakan bahwa sidang berlanjut masih agenda keterangan saksi, pada pekan depan, Kamis, 10 September 2025. “Iya mas,” pungkasnya.
Untuk diketahui, bahwa terdakwa Sugiarto Sinugroho selaku Direktur utama PT. SHC sejak tanggal 23 Desember 2021, dengan susunan pengurus,
Direktur Utama : Sugiarto Sinugroho
Direktur : Steven Sinugroho
Direktur : Stephanie Sinugroho
Komisaris Utama : Detisa Setyowati
Komisaris : Harrison Sinugroho
Bahwa PT. SHC beralamat kantor di Jl. Bawean No 41 Surabaya Prov. Jawa Timur, mulai berdiri sejak tahun 2001 dan bergerak dibidang distribusi bahan kimia untuk Masyarakat dan bahan kimia yang didistribusikan oleh PT. SHC terdiri dari Bahan Berbahaya (B2) dan Non Bahan Berbahaya (Non B2), diantaranya,
B2 : Sodium Cyanide, Borax, dan Calium Chlorate. Non B2 : Karbon, Sodium Sulfat, HCL, CMC, Asam Nitrat, dll.
Bahwa terdakwa sebagai Direktur Utama PT SHC sebagai pengambil keputusan terkait dengan urusan jual beli perusahaan dan saksi Steven Sinugroho selaku Direktur PT. SHC. Bahwa PT. SHC terdaftar sebagai Distributor Tetap Bahan Berbahaya (DT-B2) pada Kementerian Perdagangan RI sebagaimana Surat Perizinan Berusaha Berbasis Resiko nomor 81200151832080008 yang diterbitkan pada tanggal 24 Oktober 2024 yang berlaku sampai dengan tanggal 24 Oktober 2027 sehingga berdasarkan Surat Perizinan Berusaha Berbasis Resiko nomor 81200151832080008 tanggal 24 Oktober 2024 tersebut, PT. SHC memiliki izin penunjukkan sebagai Distributor Tetap Bahan Berbahaya (DT-B2) hanya dari PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (selanjutnya disebut PT. PPI), dimana Bahan Berbahaya (B2) yang dibeli PT. SHC dari PT. PPI salah satunya berupa Sodium Cyanide yang diimpor oleh PT. PPI dari Korea dari perusahaan TAEKWANG IND. CO., LTD. dengan ciri warna drum hijau telur asin.
Bahwa terdakwa Sugiarto selaku Direktur Utama (Dirut) PT. SHC dan Steven selaku Direktur PT SHC mengetahui PT SHC tidak dapat melakukan Impor Bahan Berbahaya secara langsung, kemudian timbul niat dari Steven dan terdakwa Sugiarto untuk melakukan impor Bahan Berbahaya secara langsung dengan cara dalam kurun waktu antara bulan April 2024 sampai dengan bulan April 2025, tanpa perizinan di bidang Perdagangan yang diberikan oleh Menteri telah mengimpor Sodium Cyanide dari GUANGAN CHENGXIN CHEMICAL CO., LTD. China dan HEBEI CHENGXIN CO., LTD. China, dengan menggunakan izin Improtir Produsen Bahan Berbahaya (IPB2) dan Persetujuan Impor Bahan Berbahaya (PIB2) atas nama PT. SATRIA PRATAMA MANDIRI (selanjutnya disebut PT. SPM) dengan Direktur PT SPM adalah saksi Leovaldo.
Terdakwa Sugiarto dan Steven melakukan impor Sodium Cyanide dari GUANGAN CHENGXIN CHEMICAL CO., LTD. China dan HEBEI CHENGXIN CO., LTD. China dengan menggunakan nama PT SPM dilakukan pada
sekitar bulan November 2023, Steven bertemu saksi Leovaldo selaku Direktur PT. SPM dengan alamat kantor Jl. Reformasi No. 16 Pontianak Kalimantan Barat membahas kerja sama dalam bidang pertambangan emas di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat, dimana PT. SHC sebagai investor dan yang akan melakukan penambangan emas sedangkan PT. SPM yang menyediakan lokasi/wilayah dan menyediakan perizinannya.
Saat itu Steven menyampaikan kepada Pihak PT. SPM untuk menyiapkan dan memberikan beberapa dokumen legalitas yang nantinya akan digunakan untuk proses kegiatan penambangan emas oleh Steven di wilayah IUP OP PT. SPM dan saat pertemuan itu juga menyampaikan bahwa kegiatan penambangan emas nantinya akan membutuhkan bahan berbahaya berupa Sianida dan bahan kimia lainnya yang akan dihandel langsung olehSteven.
Selanjutnya pada tanggal 11 Desember 2023 di Kantor PT. SPM, Steven yang diwakili oleh saksi Harrison Sinugroho (adik terdakwa Sugiarto sebagai Komisaris PT. SHC) menandatangani Perjanjian Kerja Sama dengan dihadiri saksi Pitrina dan saksi Holyanto, masing-masing sebagai saksi.
Menjalin Perjanjian Kerja Sama PT. SHC akan melakukan penambangan emas di wilayah IUP OP milik PT. SPM dengan sistem bagi keuntungan, dan untuk Pihak 1 (PT. SHC) mendapat 70?n Pihak II (PT SPM) mendapat 25?n 5% untuk biaya perawatan lingkungan (CSR). Pihak 1 (PT. SHC) sebagai pihak yang melakukan penambangan akan memberikan uang ikatan kerja sebesar Rp. 2 Milyar rupiah dan bersedia meminjamkan dana sebesar Rp. 1 Milyar sebelum kontrak dimulai sebagai penunjang proses pengurusan legalitas (RKAB). Dan pihak II (PT. SPM) sebagai yang menyediakan lahan tambang/ IUP dan wajib menyediakan perizinan dan semua kelengkapan legalitas yang diperlukan untuk aktivitas pertambangan.
Setelah ditandatangani Perjanjian tersebut, Steven melakukan pencarian melalui website perusahaan yang menjual Sodium Cyanide dan menemukan perusahaan HEBEI CHENGXIN CO., LTD. dari China yang menjual Sodium Cyanide. Kemudian Steven mengubungi dan meninggalkan nomor pribadinya. Beberapa hari Steven dihubungi oleh sales HEBEI CHENGXIN an. Aisher dan berkomunikasi melalui aplikasi “we chat”.
Setelah memperoleh kesepakatan harga, pemesanan barang dilakukan dan dilanjutkan dengan pengiriman invoice oleh sales dari HEBEI CHENGXIN an. Aisher tersebut. Pemesanan Sodium Cyanide dari GUANGAN CHENGXIN CHEMICAL CO., LTD. China. Steven meminta dokumen legalitas perusahaan PT. SPM kepada saksi Leovaldo untuk membuat ijin impor bahan berbahaya jenis Sodium Cyanide. Untuk pengurusan ijin impor tersebut, saksi memerintahkan saksi Holyanto mengurus semua dokumen perijinannya. Lalu saksi Holyanto menghubungi saksi Putrina yang merupakan karyawan di PT. SPM dan Putrina mengirimkan melalui whatsapp Perizinan dan kelengkapan legalitas milik PT. SPM.
Setelah berkas dokumen legalitas milik PT. SPM diterima oleh saksi Holyanto, kemudian saksi Holyanto melakukan pengurusan izin Importir Produsen Bahan Berbahaya (IPB2) secara online (SIINAS) di Kementerian Perindustrian ditambah dengan MSDS terkait dengan keterangan barang yang akan diimpor.
Kemudian Kementerian Perindustrian melakukan verifikasi/pengecekan terhadap seluruh dokumen dan setelah dinyatakan lengkap terverifikasi surat rekomendasi Improtir Produsen Bahan Berbahaya (IPB2) akan diterbitkan. Lalu surat rekomendasi Improtir Produsen Bahan Berbahaya (IPB2) ajukan kembali ke Kementerian Perdagangan secara online (INSW) dengan melampirkan surat permohonan dari PT. SPM.
Setelah dilakukan verifikasi kembali terbit lah Surat Improtir Produsen Bahan Berbahaya (IPB2) dan Persetujuan Impor Bahan Berbahaya (PIB2) atas nama PT. SPM tanggal 23 Januari 2024. Selanjutnya dokumen diserahkan kepada saksi Steven.
Berdasarkan mutasi rekening atas nama Sugiarto (terdakwa) ditemukan pengiriman uang ke rekening saksi Holyanto yang merupakan pihak yang mengurus perijinan atas nama PT. SPM untuk melakukan Impor Bahan Berbahaya dan membantu mengeluarkan barang di Bea Cukai dengan rincian sebagai berikut,
Tanggal 29/05/2024 sebesar Rp. 700 juta,
Tanggal 29/05/2024 sebesar Rp. 200 juta,
Tanggal 20/03/2025 sebesar Rp. 60 juta,
Tanggal 10/04/2025 sebesar Rp. 500 juta
Tanggal 10/04/2025 sebesar Rp. 344 juta.
Bahwa Terdakwa dan Steven menggunakan ijin Improtir Produsen Bahan Berbahaya (IPB2) dan Persetujuan Impor Bahan Berbahaya (PIB2) atas nama PT. SPM tersebut, telah mengimport Sodium Cyanide dari GUANGAN CHENGXIN CHEMICAL CO., LTD. China dan dari HEBEI CHENGXIN CO., LTD. China sebanyak 494,4 Ton (9.888 Drum), yang telah dilakukan sebanyak 7 kali.
Setelah melakukan transaksi pembelian Sodium Cyanide dan barang dikirim ke Indonesia, Steven kembali memerintahkan saksi Holyanto untuk mengurus pengeluaran barang di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya dengan menyerahkan Segala dokumen pembelian barang berupa Invoice, Packing list, dan COA dari China kepada saksi Holyanto. Selanjutnya saksi Holyanto meminta bantuan kepada saksi JAUHARI karyawan PT. Intra Jaya Giri Kencana (PT IJGK) selaku Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) untuk urusan Kepabeanan. Kemudian Sodium Cyanide dikirim ke gudang PT. SHC yang beralamat di Jl. Margomulyo Indah Blok H Nomor 9A Tandes Surabaya Prov. Jawa Timur.
Bahwa terdakwa selaku Direktur Utama PT SHC dan Steven selaku Direktur PT SHC melakukan impor Sodium Cyanide dari China dengan tujuan akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan produksi atas kerjasama pertambangan emas antara PT SHC dengan PT. SPM dengan Direkturnya saksi Leovaldo, namun karena hasil percobaan produksi tidak bagus (rugi), kemudian terdakwa dan Steven yang merupakan Direksi PT SHC menjual kembali Sodium Cyanide dari China tersebut dengan harga antara Rp 4.200.000 – Rp 4.600.000 untuk setiap drumnya (50 kg/drum), dengan cara konsumen menghubungi nomor telepon kantor atau nomor pribadi Steven untuk melakukan pemesanan Sodium Cyanide.
Selanjutnya PT. SHC menyiapkan barang yang dipesan. Setelah pesanan siap, konsumen datang sendiri mengambil pesanan atau ada juga konsumen yang meminta untuk mengirimkan pesanan Sodium Cyanide ke jasa pengiriman dengan Pembayaran dilakukan oleh konsumen, ketika melakukan pengambilan barang atau barang yang dipesan sudah sampai di kantor jasa pengiriman barang. Selain itu Steven juga menjual Sodium Cyanide melalui Kantor Cabang PT. SHC yang berada di Sulawesi Utara dan Gorontalo.
Bahwa terdakwa Sugiarto dan Steven mengetahui secara pasti PT. SHC hanya memiliki izin Distributor Tetap Bahan Berbahaya (DT-B2) sebagaimana Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 tahun 2022 dalam Pasal 7 ayat 3 menyatakan bahwa DT-B2 hanya melakukan pendistrisbuian B2 secara tidak langsung kepada Pengguna Akhir (PA-B2), pendistribusian dimaksud dilakukan berdasarkan surat penunjukan kepada DT-B2 sehingga dengan demikian PT. SHC tidak bisa melakukan impor Bahan Berbahaya sebagaimana Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 Tentang Kebijakan Dan Pengaturan Impor yang menyatakan yang dapat melakukan Impor Bahan Berbahaya hanya Angka Pengenal Impor Produsen (API-P) atau BUMN pemilik Angka Pengenal Impor Umum (API-U). Sedangkan API-P hanya bisa melakukan impor barang untuk dipergunakan sendiri sebagai barang modal, bahan baku, bahan penolong dan/atau bahan untuk mendukung proses produksi.
Bahwa kemudian pada hari Senin tanggal 14 April 2025 saksi Manrotua S.H., saksi Randi Wahyu Kristyono S.H., M.H. bersama Tim dari Unit 2 Subdit 1 Direktorat Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Kepolisian Rebublik Indonesia, mendapatkan informasi terkait adanya gudang milik PT. SHC yang beralamat di Jl. Margomulyo Indah Blok H Nomor 9A Tandes Surabaya Prov. Jawa Timur yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan berbahaya jenis Sodium Sianida.
Selanjutnya tim memasuki gudang tersebut dengan menunjukan surat perintah untuk melakukan pemeriksaan dan penggeledahan dan benar ditemukan barang bukti berupa, 1.092 drum sianida berwarna putih dari Hebei Chengxin Co.Ltd China, 710 drum sianida berwarna hitam dari Hebei Chengxin Co.Ltd China,
296 drum sianida berwarna putih tanpa stiker, 250 drum sianida berwarna hitam tanpa stiker, 62 drum berwarna telur asin dari Taekwang Ind.Co.Ltd Korea PPI dilengkapi hologram, 88 drum berwarna telur asin dari Taekwang Ind.Co.Ltd Korea PPI tanpa hologram, 83 drum sianida dari PT. Sarinah, 1 bundle surat jalan dan surat pengambilan barang, 1 bundle stiker/label merk sianida yang telah dilepas, 1 buah buku catatan stock barang di gudang, 1 bundle surat jalan barang sodium sianida dan lain-lain milik PT. SHC Surabaya.
Selain itu ada, 4 lembar surat Certificate Of Origin pengiriman asal barang sodium cyanide dari Hebei Chengxin CO, LTD China kepada PT SPM Shijiazhuang Custom (Form E), 1 bundle nota dan surat jalan tagihan barang sodium sianida dan lain-lain dari Koperasi IM Mura kepada PT. SPM,
1 lembar invoice dari PT. Superintending Company of Indonesia kepada PT. SPM terkait pembayaran impor bahan berbahaya nomor: 11012401955, tanggal 20 Maret 2024, berikut bukti pembayaran Bank Mandiri,
5 lembar daftar nama importir pemasok barang sodium cyanide dan lain-lain,
1 bundle nota penjualan dan surat jalan B2 sodium cyanide merk Anhui dari PT. Sinarkimia Utama A Chemical Trading Company kepada PT. SHC berikut faktur pajak, 4 lembar daftar realisasi distribusi kepada pengguna akhir B2, 3.520 drum Sodium Cyianide merk Guangan Chengxin Chemical warna telur asin,
5.968 sak/karung borak merek G.W.25.1 Kilos N.W.25 Kilos.
Bahwa Berdasarkan Berita Acara dengan kesimpulan Barang bukti Nomor: 139/2025/KKF.- sampai dengan Nomor: 143/2025/KKF adalah benar Kristal Natrium Sianida / Sodium Cyanide (NaCN).
Berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Perdagangan 58 Nomor 7 tahun 2022 jo. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 tahun 2024 tentang Pendistribusian dan Pengawasan Bahan Berbahaya, Natrium Sianida dengan HS ex. 2837.11.00 termasuk Bahan Berbahaya.
Bahwa PT SHC dimana terdakwa Sugiarto sebagai Direktur utama dan Steven sebagai Direktur tidak dibenarkan untuk memperoleh Bahan Berbahaya jenis Sianida dari PT. SPM dengan Direktur saksi Leovaldo, karena PT. SPM hanya merupakan Produsen Importir Bahan Berbahaya (PIB2) sehingga PT. SPM tidak berhak untuk melakukan penjualan atau memperdagangkan kembali Bahan Berbahaya (B2) jenis Sianida melainkan hanya dapat digunakan langsung oleh PT. SPM dan saksi Leovaldo juga tidak dapat menjual Bahan Berbahaya jenis Sianida kepada PT SHC dan kepada perusahaan lainnya atau pihak lain.
Karena PT. SPM hanya sebagai perusahaan Importir Produsen B2 sebagaimana izin : Importir Produsen B2 Industri Non Farmasi (API P) Nomor 04.IP-14.24.0003, tanggal 23 Januari 2024, dan tertulis dalam izin tersebut dalam “ketentuan No. 3”: “Bahan Berbahaya (B2) yang diimpor hanya untuk kebutuhan proses produksi PT SPM dan dilarang diperjualbelikan atau dipindahtangankan”.(Am)