BANDUNG – Terdakwa penipuan dan penggelapan dana hibah Edison Siregar mengaku dirinya juga merupakan korban dari Solihin yang masih DPO.

Hal itu disampaikan terdakwa saat sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung pada Rabu 12 Nopember 2025.

Edison yang merupakan pensiunan ASN ini bergabung dengan Solihin untuk sosialisasi ke sekolah SMA/SMK Se Jawa Barat, dengan mengiming ngiming dana hibah dari Asian Development Bank (ADB).

JPU mencecar terdakwa atas munculnya name tag dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Modus yang dilancarkan terdakwa hanya bermodalkan name tag kemudian mendatangi sekolah sekolah sekolah olah ada dana hibah dari ADB.

“Dengan menggunakan name tag, terdakwa bisa meyakinkan para korban untuk melakukan sosialisasi dan mencari SMK yang tertarik dan berminat menerima dana hibah tersebut,” ujar JPU Rika.

Terdakwa Edison Siregar sebelumnya pernah tersandung kasus serupa dan divonis 2 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Ciamis. Hal itu ditegaskan terdakwa di depan persidangan.

“Ya saya pernah dihukum di Pengadilan Negeri Ciamis selama 2 tahun dengan kasus yang sama,” kata terdakwa.

Dalam melancarkan aksinya terdakwa atas petunjuk Solihin mendatangi SMA/SMK, dengan menunjukkan dokumen yang seolah olah dari Kemendikbud, terdakwa melakukan sosialisasi atas akan adanya proyek tersebut.

Setiap sekolah diminta biaya administrasi dengan jumlah bervariasi, mulai dari Rp50 juta hingga Rp75 Juta.

Pengakuan terdakwa yang juga menjadi korban Solihin diduga hanya rekayasa.
Saksi pelapor mengemukakan bahwa sampai saat ini terdakwa tidak melaporkan Solihin ke pihak kepolisian.

“Kalau benar dia merupakan korban dari Solihin, kenapa sampai saat ini terdakwa tidak mau melaporkan Solihin. Kan ini aneh,”tutur Erik Lionanto

Erik juga menambahkan bahwa mereka melancarkan aksinya di seluruh Indonesia, diperkirakan ada sekitar 700 sekolah yang menjadi korban.

“Pengakuan terdakwa dipersidangan hanya mendapat komisi Rp3 juta tetapi sebenarnya Rp15 juta per satu paket,” kata Erik.

Pengusaha Konstruksi Erik Lionanto mengaku dalam masalah ini pihaknya dijanjikan mendapat pekerjaan di 8 SMK.

Ternyata dokumen yang diperlihatkan baik ke pihak sekolah ataupun pihak kontraktor adalah palsu, dalam satu paket pekerjaannya nilainya Rp 5 miliar.

Erik Lionanto menebus Dipa untuk proyek tersebut, sehingga mengalami kerugian dengan total sekitar Rp1,5 miliar.

Dipa yang dikeluarkan terdakwa sampel dan tanda tangan basah, sehingga membuat Erik sangat percaya akan adanya proyek tersebut.

Dari kasus pertama yang diproses di Ciamis, Erik mengalami kerugian Rp 600 juta, sedangkan kasus kedua dengan terdakwa yang sama kerugiannya mencapai Rp 1.015.000.000, sehingga total kerugiannya mencapai Rp1,6 miliar.(Budi)