MEDAN – Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) Dr.Harli Siregar, SH.,M.Hum kembali menyelesaikan penanganan perkara tindak pidana penganiayaan dengan cara Restoratif Justice (RJ) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Dairi, setelah menerima ekspose dan pemaparan dari tim Jaksa Penutut Umum Kejaksaan Negeri Dairi secara daring di ruang rapat lantai II Kejati Sumatera Utara pada Jumat (19/12/2025).
Dalam RJ ini, Kajati Harli Siregar memimpin jalannya eskpose perkara penganiayaan tersebut. Ia didampingi Aspidum Jurist Precisely, SH.,MH serta para Kepala Seksi pada Bidang Pidana Umum.
Awalnya, perkara tersebut terjadi pada Rabu (2/7/2025) sekitar pukul 14.00 Wib, tersangka Buhalan Situmorang alias Buha Situmorang saat itu sedang membabat rumput di ladangnya di Desa Sungai Raya Kecamatan Siempat Nempu Hulu Kabupaten Dairi. Karena emosi akibat dipukul oleh saksi Rusti Sihombing (juga sebagai tersangka dalam berkas terpisah), lalu tersangka membalas pukulan tersebut dengan pukulan balasan.
Karena peristiwa tersebut, kemudian keduanya saling lapor dan berujung proses hukum dengan sangkaan masing-masing melanggar pasal 351 KUHP ayat (1) KUHP.
Sedangkan alasan penerapan RJ, kedua tersangka telah berdamai secara tanpa syarat serta menyatakan keduanya akan berdamai dan tidak akan mengulangi perbuatan mereka. Kemudian kedua tersangka yang juga masing masing sebagai korban mengakui telah lama berkenalan sebagai tetangga batas ladang pertanian yang mengharuskan mereka akan bertemua setiap hari, dan melalui tokoh masyarakat, mereka sepakat mengajukan dan memohon untuk diterapkan RJ.
“Setelah RJ, kedua tersangka yang juga menjadi korban saat ini telah kembali menjalin komunikasi dan hubungan sosial yang baik dan melanjutkan aktifitas sebagaimana mestinya. Agar kearifan lokal terjaga dan hapuskan konflik dimasyarakat,” ujar Harli Siregar.
Terpisah, Plh Kasi Penkum Kejati Sumut Indra Hasibuan SH MH menyampaikan melalui pesan whassap, perdamaian kedua orang ini sudah sangat tepat dan memang telah memenuhi syarat yang di tentukan dalam Perja No.15 tahun 2020 tentang Restoratif Justice.
Artinya mereka ini layak dipersatukan kembali demi menyambung silaturahmi yang sempat terganggu. Dengan demikian mereka telah kembali merajut komunikasi dan keakraban sebagaimana semula.
“Sejalan dengan arah kebijakan pimpinan Kejaksaan, penerapan RJ ini sebagai wujud penegakan hukum modern dan humanis tanpa menghilangkan esensi penegakan hukum positif,” tandas Indra Hasibuan.(AS/Dito)



















