Kejagung Tanggapi Tuntutan ODGJ Pengimpor Narkotika DMT Jerman di Surabaya
JAKARTA – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Anang Supriatna berikan tanggapan terkait tuntutan terdakwa Irwan Santoso yang dianggap gangguan jiwa, sakit jiwa atau Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hajita Cahyo Nugroho.
Tuntutan itu menyatakan bahwa terdakwa Irwan Santoso dituntut menjalani perawatan selama 6 bulan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) (RSJ) Surabaya, Jawa Timur, pada di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada Selasa (16/7/2025).
Hal itu pun menjadi sorotan, pasalnya diduga selama ini terdakwa belum pernah ada pernyataan surat resmi dari kedokteran terkait gangguan kejiwaannya. Pemeriksaan itu hanya berdasarkan visum dokter kejiwaan setelah berlangsungnya menjalani proses sidang.
“Setelah disidangkan, rupanya sakit jiwa. Persidangan inikan untuk memberikan kepastian, kepastian hukum. Sekarang kalau ada seseorang, nanti kalau di KUHP baru dikatakan ketika seseorang melakukan suatu tindak pidana, dan ternyata dia sakit jiwa. Kemudian di lepas oleh penyidik. Terus bagaimana? Bahayakan,” ujar Kapuspenkum Agung Anang Supriatna, pada Jumat (18/7/2025) saat dikonfirmasi BNN.com.
Pihak kejaksaan juga terhalang dengan kebiayaan RSJ, apabila terdakwa langsung di masukkan ke RSJ tanpa adanya penetapan putusan dari majelis hakim. “Nah, sekarang kalau langsung kita masukin ke rumah sakit jiwa, siapa yang biayain. Disinilah ada kepastian, kalau dari penyidik ke penuntut tidak mungkin. Pasti rumah sakit jiwa menolak. Dasarnya apa? Makanya disidang, supaya ada putusan dan penetapan dari pengadilan. Jadi rumah sakit tidak bisa nolak, karena ada putusan pengadilan,” terangnya.
Saat disinggung terkait tuntutan yang diberikan oleh kejaksaan, ia pun menegaskan bahwa pihaknya telah sesuai SOP internal. “Inilah yang dijadikan dasar. Jadi nanti negara ikut campur mengelurkan penetapan. Sudah sesuai prosedur, itu ada SOP di internal kita juga,” pungkasnya.
Sedangkan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hajita Cahyo Nugroho membenarkan bahwa terdakwa selama ini belum mempunyai surat kuning, dan selama ini tidak pernah ada pemeriksaan ganguan jiwa dari kedokteran terhadap terdakwa Irwan Santoso. “Iya mas Terdakwa selama ini gak pernah melakukan pemeriksaan kejiwaan terhadap dirinya. Tidak ada surat kuning, kita menuntut berdasarkan surat keterangan visum pemeriksaan dari dokter kejiwaan. Jadi pemeriksaan dilakukan dua kali, sebelum sidang dan saat menjalani sidang. Dan rentut itu dari Kejagung,” pungkas Hajita, saat ditemui di ruang kerjanya, pada Jumat (18/7/2025).
Untuk diketahui, pada sidang sebelumnya terungkap bahwa perkara ini bermula pada 1 Juli 2024. Saat itu, terdakwa Irwan Santoso yang tidak memiliki latar belakang pendidikan, pekerjaan, maupun keahlian khusus di bidang narkotika, menonton sebuah kanal YouTube dengan kata kunci pencarian cordyceps extract. Salah satu konten dalam kanal tersebut menarik perhatian Irwan karena menampilkan tahapan eksperimen yang diklaim dapat memberikan efek kesadaran lebih tinggi dan ketenangan batin bagi penggunanya. Irwan lalu berniat menirukan eksperimen tersebut.
Dalam proses mengikuti eksperimen yang ditampilkan dalam video tersebut, Irwan mengetahui bahwa salah satu bahan baku yang dibutuhkan adalah serbuk Dimetiltriptamina (DMT), zat yang termasuk dalam kategori narkotika golongan I. Menyadari bahwa bahan tersebut tidak tersedia di dalam negeri, Irwan kemudian melakukan pencarian daring dan menemukan situs mimosaroot.com, yang berkedudukan di Arnhem, Belanda.
Kemudian pada 10 Agustus 2024, Irwan mengakses kembali situs tersebut dan melakukan pemesanan serbuk merah yang diduga mengandung DMT. Pembayaran dilakukan menggunakan kartu kredit milik Irwan. Dari transaksi itu, Irwan mendapatkan invoice, dan diketahui bahwa pengiriman barang berasal dari Jerman. Barang tersebut kemudian dikirim ke Indonesia.
Pada 28 Agustus 2024, Irwan menerima informasi bahwa paketnya telah sampai dan harus dibayar bea cukainya. Irwan membayar biaya tersebut dan diberitahu bahwa paket sudah berada di Pos Indonesia. Keesokan harinya, pada 30 Agustus 2024, Irwan menerima laporan pelacakan (tracking) bahwa paket telah sampai di alamat pengirimannya, yakni Apartemen Anderson Tower, unit 1153.
Puncaknya terjadi pada 31 Agustus 2024, sekitar pukul 13.55 WIB. Saat Irwan mengambil paketnya di lobby apartemen dari petugas customer service, ia langsung ditangkap oleh petugas dari Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri yang sebelumnya telah berkoordinasi dengan Kantor Bea Cukai Pos Pasar Baru, Jakarta Pusat. Penangkapan ini merupakan hasil pengawasan terkoordinasi terhadap pengiriman paket narkotika dari luar negeri.
Dalam penangkapan itu, petugas mendapati sebuah kardus putih yang di dalamnya terdapat plastik berisi serbuk merah seberat 420 gram yang kemudian diduga sebagai narkotika golongan I jenis Dimetiltriptamina. Petugas juga menyita sebuah ponsel Samsung Galaxy S21+ milik Irwan.
Tak hanya itu, selanjutnya petugas melakukan penggeledahan di unit apartemen yang dihuni Irwan. Dari penggeledahan itu, polisi menemukan berbagai bahan kimia dan perlengkapan yang diduga digunakan untuk proses eksperimen, antara lain plastik klip berisi biji-bijian hitam, botol berisi cairan yang diduga alkohol, Solvent Naphtha, aseton, altek, serta dua botol plastik masing-masing berisi Tartaric Acid dan Citric Acid, saringan stainless, dan coffee paper filter.
Irwan lalu dibawa ke Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri untuk pemeriksaan lebih lanjut. Irwan juga dinyatakan tidak memiliki izin dari pihak berwenang untuk mengimpor atau memiliki zat tersebut.
Atas perbuatannya, Irwan didakwa secara primair melanggar Pasal 113 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, subsidair Pasal 114 ayat (2), dan lebih subsidair Pasal 112 ayat (2) UU Narkotika.(Red/Am)