Kajati Sumatera Utara Setujui 21 Tersangka di RJ “Tanpa Syarat” di Belawan
MEDAN – Setelah melalui ekspose permohonan penyelesaian perakra pidana melalui Restorative Justice (RJ) dari Kejati Sumatera Utara kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jam Pidum) perihal penyelesaian perkara pidana pencurian dengan tersangka sebanyak 21 orang dalam 18 berkas perkara dari wilayah hukum Kejaksaan Negeri Belawan, pada Senin (6/10/2025).
Persetujuan penyelesaian perkara melalui RJ tersebut dilakukan setelah Kajati Sumut Dr Harli Siregar didampingi Wakajati, Aspidum beserta para pejabat utama bidang Pidana Umum Kejati Sumut dan jajaran Kejaksaan Negeri Belawan melaksanakan gelar perkara atau ekspose dalam rangka permohonan penyelesaian perkara secara restorative justice yang disampaikan secara langsung kepada Jam aPidum di Jakarta melalui Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.
“Bahwa ke-21 orang tersangka tersebut diduga telah melakukan tindak pidana pencurian secara bersama-sama pada perusahaan PT. Abadi Rakyat Bakti yang telah tutup dan berhenti produksi di Jalan Yos Sudarso Km 10,2 Kel. Kota Bangun Kec. Medan Deli pada hari Minggu tanggal 20 Juli 2025. Kemudian dilakukan proses hukum dan kepada para tersangka dijerat pasal 362 ayat 1 jo Pasal 363 ayat (1) ke 4 jo pasal 55 KUHPidana,” ujar Plh Kasi Penerangan Hukum Kejatisu M.Husairi, SH.,MH via whatsapp di Jakarta, Selasa (7/10/2025)
Adapun alasan dan pertimbangan penerapan RJ pada perkara tersebut kata Huasairi karena kepentingan korban dari segi hukum tetap terlindungi, yakni dengan terlebih dahulu mempertanyakan kesediaan korban untuk dilakukan penghentian penuntutan dan telah adanya itikad baik dari tersangka untuk menyelesaikan awal permasalahan dengan korban. Lalu saat dihadapan pihak korban, para tersangka dan keluarga, tokoh masyarakat telah tercapai kesepakatan “tanpa syarat”.
“Pada pokoknya bahwa mereka secara sadar telah mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada pihak keluarga korban, lalu dikarenakan masyarakat yang diwakili Camat Medan Deli dan beberapa saksi sangat ingin perkara ini dihentikan secara restorative justice,” ungkapnya.
Ditambahkan Husairi, bahwa penerapan keadilan restorative dalam penyelesaian perkara pidana dilakukan setelah pihak Kejaksaan melakukan penelitian secara cermat dengan memperhatikan dan mempertimbangan kepentingan hukum yang berlaku dan dengan mengedepankan hati Nurani.
Sehingga diharapkan kebijakan restorative justice tersebut dapat membantu memulihkan hubungan baik di tengah-tengah masyarakat tanpa melalui pemidanaan. Hal ini sejalan dengan semangat dan cita cita pimpinan Kejaksaan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Jaksa Agung R.I No.15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan perkara pidana berdasarkan keadilan restoratif,” pungkasnya. (As)