JAKARTA – Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) telah menerima pelimpahan tahap II perkara dugaan suap dalam vonis lepas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dari tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung). Ada enam tersangka, barang bukti, serta berkas perkara telah diserahkan di Kantor Kejari Jakarta Pusat, untuk disidangkan pada Senin (30/6/2025) .

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Pusat, Dr. Safrianto Zuriat Putra, S.H., M.H., mengatakan bahwa pihaknya telah menerima pelimpahan tersebut sekitar pukul 10.30 WIB.

“Pelimpahan ini merupakan bagian dari proses hukum terhadap dugaan tindak pidana suap yang melibatkan pejabat peradilan dan pihak swasta dalam perkara ekspor CPO,” ujarnya dalam keterangan pers.

Adapun enam orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalah Djuyamto (Hakim), Agam Syarif Baharuddin, Muhtarom, M. Arif Nuryanta (eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat), Wahyu Gunawan (Panitera) dan M. Syafei (Head of Social Security Legal Wilmar Group)

Safrianto menjelaskan, dalam pengembangan penyidikan, tersangka M. Arif Nuryanta diduga menerima uang suap senilai Rp60 miliar dari dua perantara, Ariyanto dan Marcella, yang disebut sebagai representasi dari korporasi Wilmar Group.

“Dana tersebut diserahkan melalui Wahyu Gunawan, yang kemudian menerima bagian sebesar USD 50.000 sebagai kompensasi perannya sebagai penghubung,” ucapnya.

Safrianto menambahkan, Arif Nuryanta diduga menyusun dan mengarahkan komposisi Majelis Hakim yang akan menangani perkara korupsi ekspor CPO.

Suap kemudian dibagi ke dalam dua tahap, tahap pertama Rp4,5 miliar dibagikan sebagai “uang baca berkas”. Selanjutnya tahap kedua Rp18 miliar diberikan agar majelis hakim menjatuhkan vonis lepas terhadap para terdakwa korporasi.

“Tersangka Djuyamto disebut menerima bagian sebesar Rp6 miliar dari total dana tersebut,” ungkapnya.

Safrianto menjelaskan perkara yang ditangani menyangkut tiga korporasi besar, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Meskipun dinyatakan melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan, Majelis Hakim menyatakan bahwa tindakan tersebut bukan merupakan tindak pidana korupsi, sehingga menjatuhkan vonis lepas.

Menurut Safrianto, Vonis ini membebaskan para terdakwa dari tuntutan membayar uang pengganti senilai Rp17 triliun, yang seharusnya menjadi bentuk pemulihan kerugian negara.

“Untuk selanjutnya, tim Penuntut Umum Kejari Jakarta Pusat akan menyusun surat dakwaan dan melimpahkan perkara ini ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” pungkas Safrianto. (Ram)