SURABAYA – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya menetapkan seorang berinisal MK selaku Komisaris PT. DJA, atas dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pembiayaan oleh Bank BUMN kepada PT DJA senilai Rp 7,9 Miliar, pada Selasa (19/8/2025).

Kasi Intelijen Kejari Tanjung Perak, I Made Agus Mahendra Iswara, SH., MH menjelaskan, MK ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pembiayaan yang dilakukan salah satu bank BUMN kepada PT. DJA.

“Tim penyidik tindak pidana khusus Kejari Tanjung Perak Surabaya telah memeriksa 13 saksi dalam perkara dugaan pemberian fasilitas pembiayaan modal kerja yang dilakukan salah satu bank pemerintah kepada PT. DJA,” ujar I Made Agus Mahendra Iswara dalam press release.

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap para saksi itu, tim penyidik memperoleh alat bukti yang cukup sebagaimana ketentuan pasal 184 ayat (1) KUHAP, sehingga pada hari yang sama, MK yang menjabat sebagai Komisaris PT. DJA langsung ditetapkan sebagai tersangka.

I Made Agus Mahendra Iswara menambahkan bahwa selain penetapan tersangka, tim penyidik Pidsus Kejari Tanjung Perak Surabaya juga menahan MK.
“Sebelum dilakukan penahanan, kami juga telah melakukan pemeriksaan terhadap kesehatan MK. Demi kepentingan penyidikan dan proses hukum lebih lanjut, MK kami titipkan di Rumah Tahanan Negara cabang Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur,” ungkap Made Agus Iswara.

Untuk diketahui, perkara ini berawal dari permohonan pembiayaan untuk modal kerja kepada salah satu bank pemerintah. MK sebenarnya menjabat sebagai Persero Komanditer di CV. DJ. Tanggal 19 Desember 2011, MK kemudian mengajukan permohonan untuk bisa menerima fasilitas pembiayaan modal kerja trading batubara sebesar Rp. 30 miliar kepada salah satu bank plat merah.

Untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan modal kerja ini, MK menjaminkan enam fixed asset berupa tanah dan bangunan, empat piutang usaha senilai Rp. 21 miliar yang belakangan diketahui fiktif dan dua jaminan pribadi atau personal guarantee.

AF yang menjabat sebagai Account Officer (AO) di salah satu pemerintah, membuat LHK dan analisa fiktif untuk meloloskan permohonan tersebut. Selanjutnya, AF mengarahkan tersangka MK agar mendirikan Perseroan Terbatas (PT) untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan korporasi.

Atas arahan AF, MK kemudian mendirikan PT. DJA. Setelah mendirikan PT. DJA, MK kembali mengajukan kredit pemberian fasilitas modal kerja untuk trading batubara sebesar Rp. 30 miliar. Permohonan MK ini kemudian diproses AF namun tanpa dilakukan LHK dan analisa ulang.
Tanggal 30 Maret 2012, dilakukan penandatanganan akad pembiayaan senilai Rp. 27,5 miliar.

Dengan menggunakan kontrak atau invoice fiktif dari para buyer, MK kemudian mengajukan pencairan dana.

Bukannya dipakai sebagai modal usaha trading batubara sebagaimana disebutkan dalam permohonan kreditnya, tersangka MK malah mempergunakan uang yang telah ia terima untuk keperluan pribadi, salah satunya untuk melunasi utang.

Ketika jatuh tempo pembayaran, MK beberapa kali mengajukan penundaan didukung analisa fiktif dari AF, hingga akhirnya tanggal 4 Januari 2014, salah satu bank pemerintah pemberi fasilitas modal kerja ini menyatakan bahwa PT. DJA kolektibilitas 5 atau Coll 5 sehingga dilakukan hapus buku atau Write Off.

Setelah dilakukan likuidasi terhadap enam agunan fixed asset yang dijaminkan MK, hasilnya tidak mampu menutupi fasilitas pembiayaan modal kerja yang telah diterima MK.

Atas perbuatan MK yang dibantu AF, negara dalam hal ini bank pemerintah yang telah memberikan fasilitas modal usaha, mengalami kerugian hingga Rp. 7,9 miliar rupiah.

“Oleh karena itu, tersangka MK dijerat melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidik Pidsus Kejari Tanjung Perak Surabaya juga menjerat MK melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” pungkasnya.

Sementara dalam perkara ini, penyidik Pidsus Kejari Tanjung Perak Surabaya telah menerima uang titipan dari tersangka MK sebesar Rp. 1,5 miliar, yang selanjutnya berdasarkan pasal 39 KUHAP, dilakukan penyitaan untuk pembuktian di persidangan. (Am)